Five Nights At Freddy's (Episode 13)


Penulis: Scott Cawthon


Seperti biasa, yang menghampirinya adalah sang Manajer. Menanyakan keadaannya lalu memberitahukan kabar.

"Kabar baiknya, besok kami ada acara—yang mungkin terakhir kali sebelum tempat ini ditutup. Jadi, kami masih membutuhkanmu malam ini. Ini gajimu,"

Manajer memberikan amplop kepada Mike.

.

.

.

Kakak-beradik kembar itu murung. Tentu karena tempat kerja mereka di ujung tanduk kehancuran.

"Padahal aku suka bekerja di sini, memang sepi namun menyenangkan juga," John mengutarakan duluan. Mereka masih ada di dalam restoran tempat mereka bekerja sebenarnya.

"Ya, aku juga. Aku belum bisa membantu mereka terbebas dari dalam robot itu,"

"Ha? Maksudmu Animatronic?"

Mike menepuk jidatnya. "Bukan! Bukan, kok!" sanggahnya.

"Kau buruk sekali dalam berbohong, sudah kuduga dari awal kau berbohong!" umpat sang adik. "Lagi pula aku sedikit tahu dari para pegawai sini. Memang benar, Animatronic itu seakan kerasukan. Di saat aku bekerja, mereka yang sedang bernyanyi tiba-tiba mengeluarkan suara seperti tangisan. Membuat kami dan para konsumen merinding saja," cerita John.

"Padahal para teknisi sudah sangat yakin mereka tidak rusak. Mereka juga sudah membetulkan tubuh para Animatronic," tambah John.

Mike teringat, foto-foto yang Manajer berikan dalam buku itu. Chica yang tidak punya tangan, kedua tangannya putus. Kini sudah tampak seperti baru lagi. Freddy yang sedikit lecet dan usang, kini sudah lebih bagus dan mulus. Bonnie yang paling parah sekalipun saat itu—tidak ada wajah dan tangan kirinya. Kini sudah bagus—walau Mike tetap saja tidak menyukai Bonnie.

Foxy, telinganya kini sudah sempurna. Walau celananya masih lusuh dan sobek, dadanya juga sobek dan memperlihatkan Endoskeleton di dalamnya. Mungkin karena Foxy tidak dipakai, mereka tidak membetulkan seluruhnya.

"Mereka hanya korban pembunuhan dari pegawai di sini, menurutku," Mike akhirnya berbicara juga.

"Siapa yang dibunuh?" adiknya penasaran. "Para anak kecil yang suka datang kemari. Ironis, ya?" Mike mengacak rambutnya sendiri. John hanya berdehem ria menanggapi itu.

"Kurasa, mereka mencari pembunuhnya. Karena itu malam-malam mereka bertingkah aneh. Kasihan mereka," lanjut Mike sembari memandang trio yang berdiri di panggung sana. John menyenderkan tubuhnya pada tembok, mengikuti kakaknya.

"Oh, iya! Sudah saatnya kau pulang, hush!" Mike mengusir adiknya. "Cerewet, kau!" umpat sang adik kesal karena baru saja ia bersandar pada tembok di belakangnya.

"Hey, kalian si kembar!" sapa Manajer.

"Oh, Manajer," mereka serempak membalas, lalu sedetik kemudian mereka saling menatap kesal satu sama lain. "Ahaha, kalian benar-benar kompak,"

"Manajer, boleh aku bekerja malam? Menjadi penjaga malam, menemani kakakku yang ceroboh ini," seketika itu Mike langsung menjitak kepala adiknya. "Tidak! Kau pulang saja, sana!"

"Aduh—enak saja!" John mendengus kesal.

"Sudah-sudah, terserah kalian saja, lagi pula besok terakhir kita beroperasi," Manajer tersenyum lirih. Membuat anak kembar itu tidak berani meneruskan kelahinya.

"Besok aku akan memecat kalian semua, tentu dengan pesangon juga. Jangan kaget, ya? Aku akan menuliskan hal konyol yang kuisi di kolom alasan untuk memecat kalian semua. Itu karena aku dan temanku pernah mengalaminya—bukan bermaksud balas dendam, mungkin bisa jadi kenang-kenangan,"

"Tidak apa, Manajer. Kami juga paham keadaannya,"

"Ya, maaf kalian hanya bekerja kurang dari seminggu. Padahal aku ingin memperpanjang kontrak," ujar Manajer. "Aku yakin kita akan bertemu lagi, kok!"

.

.

.

"Pokoknya jangan ceroboh! Kau harus sigap menutup pintu jika ada yang datang, dan pastikan kau memeriksa kejanggalan lainnya,"

"Iya, dasar cerewet!"

Anak kembar sedang asik berdebat. Mereka tidak duduk di kursi terkutuk itu—bukan karena hanya ada satu kursi. Tapi, mereka harus bisa bergerak—walau kenyataannya mereka tidak bisa melangkah keluar kantor. Kalau mereka keluar kantor pun, terasa percuma saja.

"Seperti ada sihir, ya? Atau jampi-jampi. Seakan kita tidak bisa pergi kemana pun," John bersua.

Selama mereka berjaga, Mike menceritakan beberapa hal yang ia ketahui, sembari sang adik memeriksa ruangan yang sudah dijelaskan Mike sebelumnya.

"Ya, aku juga curiga kepada Vincent. Kurasa dia dalangnya," John menyeruput kopi dalam gelas plastik itu. "Kita tidak punya bukti kuat kalau dia pelakunya! Tapi, polisi juga mencarinya. Dia menghilang soalnya—HEY! itu kopiku!"

"AAAAAAH! CHICA!" teriak John seperti anak kecil, membuat sang kakak kaget. "Pintunya—bodoh!" Mike berhasil menekan tombol merah untuk pintu kanannya itu.

Seperti itulah mereka. Sering berdebat, lalu ada Animatronic yang muncul saja, mereka langsung bekerja sama dengan kompak.

.

.

.

"Sial, baru saja jam empat pagi, daya sudah terpakai sebanyak ini," Mike mengomel.

"Tapi, menyenangkan juga jaga malam bersamamu," lanjutnya.

"Apa itu pernyataan sayangmu, kak?" John tertawa geli. "Aku menyesal mengucapkan kalimat tadi,"

Suasana memang tidak mencekam setidaknya. Karena sang adik yang tidak kalah hebohnya dengan si kakak. Dan juga mereka yang kompak.

Terkadang John tertawa melihat wajah Chica yang muncul di kamera maupun jendela. "Aku baru sadar, kalau ayam punya gigi!" pekiknya geli. Mike langsung menjitak kepala adiknya itu. "Kau akan digigit olehnya kalau terus tertawa seperti itu,"

Jam menunjukan pukul lima pagi pun mereka masih heboh. Entah karena mereka berdua memang aneh atau ada hal lain. Yang penting mereka yakin bisa melewatinya sampai jam enam nanti.

Bang! Bang! Bang! Bang!

"Ya? Foxy? Kau ingin bermain?" balas John. "Sepertinya tidak, dia sudah pergi," canda sang adik.

Mereka terus seperti itu saat satu persatu Animatronic mendatanginya.

.

.

.

Kini daya sudah berkedip-kedip.

Namun Mike sudah melihat Foxy berlari di lorong sana. "Oh—sial!"

Mike tak sempat menutup pintu.

John dan Mike kira ini akhir mereka. Tidak ada canda tawa lagi. Tidak ada perdebatan lagi yang biasa mereka buat.

Detik terakhir Foxy melangkahkan kakinya ke dalam kantor. Lampu mati, gelap gulita. Nafas anak kembar tercekat, tertahan. Karena ia mengira Foxy akan masuk dan menggigit mereka. Nyatanya tidak, Foxy sudah terlihat di ambang pintu tadi, namun saat lampu mati dia menghilang.

"Eh?!"

"Sssst! Pura-pura mati!" desis sang kakak merangkul sang adik.

John dengan cepat mengangguk. Mereka diam, memang tidak ada lagi canda tawa sekarang. Tubuh mereka sama-sama berkeringat dingin saat melihat sepasang mata muncul di pintu kiri bekas Foxy ingin memasuki ruangan.

Mereka berdua tentu mengenal sepasang mata itu. Freddy.

Jingle yang sama terdengar. Mike berpikir bahwa itulah lagu dari Freddy.

"Ini lagu Freddy, dia sering memainkan lagu ini," bisik sang adik. Membuat firasat kakaknya itu benar. 'Berarti, orang yang mengirim pesan itu diserang oleh Foxy? Lalu Freddy?' pikir Mike.

Denting lagu itu masih terdengar, nyaring. Mike menelan ludahnya, ia tidak sempat melihat jam berapa tadi. Kalau sebentar lagi jam enam pagi, mereka bisa selamat. Karena disaat jam enam datang, mereka menghilang dan kembali ke tempat masing-masing.

Jika jam enam masih lama. Entah apa yang akan terjadi pada mereka.

"AAAAAA!"

Mike tidak tahu apa yang telah terjadi. Begitu pula dengan John. Mereka berdua hanya mendengar suara teriakan yang memekakkan telinga. Teriakan itu cukup panjang dan memilukan siapapun yang mendengarnya.

.

.

.

"Hey! Kita datang ke tempat Foxy, yuk?"

"Ya! Aku mau memeluknya!"

"Aku ingin mengambil hook-nya!"

"Kau akan merusaknya kalau begitu! Ahaha!"

"…. Aku ingin bermain dengannya,"

Lima anak itu berbondong-bondong memasuki ruangan itu. Meminta kepada sang penjaga untuk menyalakan Foxy. Ke lima anak kecil itu sangat riang, dan sangat suka bermain dengan Foxy. Walau terkadang mereka tidak sengaja merusak bagian tubuh Foxy—seperti merobek celananya atau dadanya.

"Aaah, maaf Foxy," salah satu anak bersedih walau itu bukan ulahnya. Mereka berlima hanya ada dua perempuan. Sisanya laki-laki. Kedua perempuan itu suka memeluk Foxy. Dua laki-laki lainnya tidak mau diam dan suka menaiki Foxy. Sedangkan laki-laki yang terakhir begitu pendiam.

Sering sekali mereka dimarahi oleh penjaga Foxy. Sampai sang penjaga murka dan hampir memukul mereka. Namun Manajer mencegahnya.

"Hey, teman-teman. Sebaiknya kita jangan nakal lagi. Kalau mereka tidak mengizinkan kita bermain dengan Foxy lagi, bagaimana?" salah satu anak perempuan berbicara. Wajahnya sedih.

"Uhh—iya, deh. Maaf," anak yang terbilang paling nakal itu akhirnya meminta maaf. "Besok minta maaf pada Foxy juga, walau kau sering menjahilinya, dia tetap tersenyum padamu, 'kan?"

"Dia robot! Mana bisa tersenyum!"

"Foxy dan yang lainnya punya hati! Dasar, anak laki-laki payah!"

Mereka berlima memang suka berdebat. Layaknya John dan Mike. Anak-anak tersebut sudah berteman sejak lama. Selalu berlima ke mana-mana, lima sekawan.

"Ya, aku setuju. Robot juga punya perasaan," anak yang paling pendiam sekalipun bersua. Membuat yang lain termenung. "Baiklah! Besok kita ke sana lagi,"

.

.

.

"Uh, hey, bocah-bocah! Kalian ingin melihat Foxy sang bajak laut?" sang penjaga bertanya.

"Ya!"

"Cepat keluarkan dia, dasar pemalas!"

"Aku ingin menendang Foxy!"

Anak kecil, sebenarnya mereka hanya bercanda. Mereka hanya ingin bermain dengan Foxy. Sayangnya sore itu. Sang penjaga Foxy telah merencanakan semuanya. Tidak disangka sang penjaga mampu mengambil kontrol tubuh anak-anak.

Dan dengan mudah sang penjaga membunuh ke empat anak itu di tempat. Satu anak masih selamat, karena ia tidak terluka di bagian vitalnya. Anak itu seakan bermain 'pura-pura mati'.

"Ironis bukan? Mereka yang ingin meminta maaf pada Foxy, justru dibunuh oleh sang penjaga dengan giginya Foxy?"

Tak hanya itu. Jantung mereka dimasukan ke dalam Animatronic. Anak yang sekarat sekalipun, akhirnya terbunuh secara brutal.

"Dia yang membuat 'permainan' ini. Kami tidak bisa tenang. Kami ingin waktu itu kembali lagi!"

"Arwah kami terjebak. Tolong!"

"Aku ingin pulang!"

"Dia menyalahgunakan kekuatannya. Aku tidak ingin seperti ini! Aku tidak ingin meneror kakak-kakak semua! AKU TIDAK INGIN MEMBUNUH KAKAK YANG TAK BERSALAH ITU JIKA AKU TAHU KALAU DIA BUKANLAH PEMBUNUH KAMI!"

"…. Adakah cara agar kami bebas? Maukah kau menolong kami?"

Tentu. Adakah caranya?

"Kami ingin, PEMBUNUH KAMI MERASAKAN HAL YANG SAMA DENGAN PENDERITAAN KAMI,"

G+

7 komentar:

  1. Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    ReplyDelete
  2. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    ReplyDelete
  3. mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajoqq.club...
    segera di add black.berry pin 58CD292C.
    WwW-AJoQQ.club| bonus rollingan 0,3% | bonus referral 20% | minimal deposit 15000

    ReplyDelete
  4. Situs Online Terlengkap Dan Terpercaya

    Satu User Id untuk Semua Permainan Online

    Bandar Online Terbaik Mbo128


    WhatsApp : 0852-2255-5128

    ReplyDelete