Five Nights At Freedy's (Episode 4)




Penulis: Scott Cawthon


"Hallo? Hallo? Uh, hei kau, malam ke empat! Sudah saya katakan kau dapat menguasainya! Ok, jadi uh, hanya untuk memberitahumu, uh, sudah ada yang, uh, investigasi sedang berlangsung. Uh, kita mungkin akhirnya harus menutup restoran selama beberapa hari... Aku tidak tahu persis. Saya ingin menekankan bahwa meskipun itu benar hanya untuk berjaga-jaga. Uh, Fazbear Entertainment membantah melakukan kesalahan. Hal ini terjadi kadang-kadang. Um... Ini semua akan selesai dalam beberapa hari. Teruslah awasi para Animatronic, dan aku akan tetap memantaumu,"

"Uh, sebagai catatan, cobalah untuk menghindari kontak mata dengan salah satu Animatronic malam ini jika kau bisa. Seseorang mungkin telah merusak sistem pengenalan wajah mereka—namun aku tidak yakin. Tapi Animatronic telah bertindak sangat tidak biasa, hampir agresif terhadap staf. Mereka berinteraksi dengan anak-anak baik-baik saja, tetapi ketika mereka menghadapi orang dewasa, mereka hanya... menatap."

"Uh... Lagi pula, tetap di sana. Kau akan melewatinya. Selamat malam!"

Begitulah pesan malam ke empat dari sang 'Phone Guy'. Jeremy telah memutuskan untuk menyebut pria itu sebagai 'Phone Guy'.

"Malam ke empat. Kurasa aku akan baik-baik saja,"

Tampaknya Jeremy sudah terbiasa, ia tidak perlu melihat ruangan lain selain Prize Corner. Bukan karena ia tidak perlu khawatir akan ada pencuri—pencuri akan berpikir dua kali kalau ia ingin mengacaukan tempat ini. Jeremy hanya tertuju pada Marionette, lorong dan ventilasi kiri-kanannya.

Setiap ia menyinari lorong, sekalipun ada Foxy, Bonnie maupun Animatronic lainnya, ia tak gentar. Hanya perlu menyinari mereka berkali-kali. Dan jika ada yang masuk dari ventilasi, Jeremy cukup memakai topeng Freddy sampai mereka pergi, begitu juga para Animatronic yang tiba-tiba muncul di hadapannya, benar-benar di hadapannya.

"Hhhhh, hhhh," tetap saja Jeremy merasa terancam. Terlebih ia sangat benci Bonnie jika masuk ke ruangannya. Bagaimana tidak, tubuh gempal tak punya wajah itu bisa datang tiba-tiba. Orang yang lemah pasti jantungnya tidak kuat. Tidak hanya Bonnie yang ia benci. Chica dan Toy Chica juga suka mengganggunya.

'Mungkin aku sudah gila. Tetap bekerja di sini walau mungkin taruhan nyawa, dan telepon tak pernah berfungsi. Tapi, sungguh aku penasaran kenapa mereka berperilaku seperti ini. Saat aku ikut menjaga siang hari, mereka memang ramah dan membuat anak-anak senang. Tapi, saat malam mereka begitu berbeda,'

Jeremy terlalu memikirkan mereka, para Animatronic itu. Suara Mangle membangunkannya dari lamunannya. Mulutnya yang terbuka ter-ekspos dari ventilasi bagian kanan. Jeremy buru-buru memakai topengnya, dan menunggu sampai suara statik itu menghilang. Selanjutnya justru yang datang adalah Balloon Boy. Cukup menghitung lima detik atau lebih saat Jeremy memakai topengnya, Balloon Boy sudah pergi lagi. Jeremy memang terselamatkan oleh topeng Freddy yang kosong itu.

"Hah? Siapa yang menaruh kertas kreasi itu di sana?" Jeremy memicingkan matanya, menatap dinding di depan bagian kanan.

Sejak ia pertama bekerja di sini, sang Manajer juga hanya menjelaskan kalau ia tak perlu khawatir. Cukup memeriksa ruangan lewat kamera. Jeremy mengira ia akan berjalan-jalan di malam hari mengelilingi tempat ini. Ternyata tidak, dan Jeremy merasa bersyukur. Kalau saja ia disuruh berkeliling, sudah jadi apa Jeremy nanti.

Namun yang Jeremy tidak menduga selain Animatronic yang tidak punya 'modus malam', ia harus mengalami hal spiritual seperti ini. Bagaimana bisa benda sebesar itu dapat menghilang dan berjalan-jalan kesana kemari seperti ninja.

.

.

.

Jam enam pagi datang tanpa terasa. Jeremy tampaknya sudah terbiasa dengan teror dari mereka. "Huaaah~! Akhirnya—"

Jeremy menatap layar televisinya, gelap tiba-tiba. Lalu garis merah secara horizontal muncul. Beberapa detik kemudian ia melihat game itu lagi. Namun mode yang sangat berbeda. Enam anak kecil, di tengahnya ada Freddy. Tentu mereka semua dalam bentuk pixel arcade game.

Jeremy mau tak mau memainkannya, karena ia yakin ini petunjuk dari para Animatronic. Tugas Freddy adalah memberi kue kepada anak-anak yang berwarna merah agar menjadi hijau, dalam arti memberi kue kepada anak yang marah agar mereka senang lagi.

Mata Jeremy tertuju pada anak kecil yang menangis tersedu-sedu di luar ruangan sana. Dan ia merasa kecepatan karakter yang ia mainkan semakin melambat saat mobil ungu datang. Dan semakin melambat, sangat lambat saat manusia berwarna ungu dalam pixel mendekati anak yang menangis tersedu itu. Dan karakternya tak bisa digerakan sama sekali.

"Huh?"

Jeremy kaget melihat anak kecil itu melebar matanya dan berubah menjadi abu-abu. Seperti game sebelumnya, lima anak kecil abu-abu itu ternyata tandanya sudah mati. Jeremy kini paham game macam apa ini.

"HUAAHHHH!"

Jeremy berteriak, ia kaget melihat Marionette seperti loncat dari dalam layar televisi itu. "Di-dia? Kenapa ada—" Jeremy tersentak, seakan ia menemukan teka-teki baru. "Kenapa, Jeremy?" suara Manajer muncul, di hadapannya dan memasang wajah khawatir.

"Tidak—hanya kaget. Game itu muncul lagi," jelasnya sambil membereskan mejanya. "Game itu lagi? Siapa yang usil memasukannya? Televisi ini tidak seperti komputer—maksudku mana bisa ada game di dalam situ." Jeremy setuju, namun yang terjadi tadi itu sungguhan.

Jeremy berkemas dan hendak pulang. "Hey, kau sudah selesai bekerja pada malam ke empat? Hebat!" sapa pria paruh baya itu lagi. Jeremy menatapnya, dan menghampirinya. "Boleh aku tahu namamu? Dan kau bekerja sebagai apa di sini?"

"Aku? Uh, seperti yang kau lihat, aku waiter di sini. Bekerja di siang hari mengawasi para Animatronic. Uh, namaku?"

Jeremy memasang wajah seriusnya. Ia merasa pernah mendengar suara 'uh' itu, setiap malam. "Namaku—"

"Hey! Siap-siap membuka restoran! Jangan mengobrol saja! Nyalakan para Animatronic!" suruh seseorang. "Uh, maaf. Aku harus kerja dulu," Jeremy pun tak dapat berbuat apa-apa. Di restoran ini para pegawai tidak memakai name tag sendiri. Hanya memasang name tag jabatan, dan itu hanya beberapa orang.

.

.

.

"Yo! Bagaimana kerjamu? Tidak terjadi apa-apa, 'kan?" seperti biasa, teman dekatnya menanyakan. "Tidak juga. Teror para robot itu masih ada. Aku juga baru saja menemukan teka-teki. Tapi, masih bingung sebenarnya apa yang terjadi,"

"Hmmmm, kurasa ada yang bersangkutan dengan ilmu hitam? Penganut ajaran sesat? Atau lainnya? Itu menurutku. Soalnya hanya beberapa orang saja yang bisa mengontrol atau menjadikan boneka maupun robot jadi berbahaya, terutama pada malam hari,"

"Berbahaya itu hanya menurut instingku," ujar Jeremy. "Tapi instingmu tajam. Aku tidak pernah meragukan temanku! Seandainya Manajer-mu itu mengizinkan aku untuk berjaga bersama. Aku juga ingin melihat mereka,"

"Kau ke sana saja kalau begitu, menggantikanku," sarannya, temannya itu tahu kalau Jeremy bercanda. "Kau istirahat saja, sana! Kau bisa terlambat berangkat kuliah nanti,"

.

.

.

Semenjak Jeremy kerja malam, konsentrasi dalam belajar berkurang. Sering ia tertidur dalam kelas, dan sering melamun. Terkadang ia menggambar beberapa Animatronic dalam bukunya. Membuat orang yang melihatnya bergidik ngeri, antara tidak mengerti gambar apa itu dan mungkin gambarnya terlalu bagus.

Saat Jeremy pulang, ia dicegat teman baiknya itu. "Jeremy! Aku menemukan sesuatu!"

.

"Memang benar Manajer bilang ada insiden di Fred Bear's Family Diner. Tapi, ini fakta?" tanya Jeremy setelah menerima beberapa berkas dari temannya itu. "Ya! Ini sungguhan terjadi!"

Jeremy membaca artikel itu lagi; Fred Bear's Family Diner ditutup karena di depan restoran terjadi pembunuhan. Sang korban diketahui anak angkat dari pemilik restoran. Pembunuhnya tidak diketahui, dan mereka menutup restoran itu tak lama kemudian.

"Kau tahu? Tadi pagi aku memainkan game aneh itu lagi yang muncul dalam televisi. Aku melihat anak kecil terbunuh di depan restoran kecil. Mungkin—"

"Ya! Mungkin saja ada hubungannya dengan ini!"

"Kalau diingat kembali. Setiap ada manusia berwarna ungu, game itu berakhir. Kurasa ia penjahatnya, siapakah dia?" Jeremy manggut-manggut. "Misteri ini belum lengkap semua, karena itu aku masih ingin kerja di sana,"

"Apa Animatronic bisa bicara? Maksudku selain bernyanyi, kau pernah mengajak mereka bicara?" temannya sangat penasaran rupanya.

"Pernah—namun tentu mereka tidak menjawab. Hanya menjawab dengan kata-kata basic yang diprogramkan,"

"Iya, sih. Kalau begitu coba kau sarankan kepada Manajer untuk memanggil peramal ataupun pengusir hantu? Pendeta?"

"Percuma saja, ia susah dibujuk, Fritz. Manajer orangnya tidak percaya kecuali melihat dengan mata kepalanya sendiri," Jeremy mendengus kesal. "Suruh saja dia berjaga malam!" temannya ikut emosi.

G+

7 komentar:

  1. Mungkinkah Jeremy akan menguak mesteri restoran itu?

    Makin bikin penasaran saja cerita ini.

    ReplyDelete
  2. ih seru baca ceritanya...
    di luar lagi mendung, jadi males ngapa-ngapain..
    sakit pilek pula. Yowes baca beginian :D

    ReplyDelete
  3. cerita penuh misteri bikin penasaran:D

    ReplyDelete
  4. Di malam keempat makin horror kalau aku jadi jeremy udah pasti berhenti dah tuh. Digodain begituan tiap malam. Benar kata jeremy, kalau yg jantunnya nggak kuat bisa mati mendadak.

    ReplyDelete
  5. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    ReplyDelete