Five Nights At Freddy's (Episode 6)


Penulis: Scott Cawthon


Malam ke enam.

Jeremy datang lebih awal, dan tujuannya ingin bertemu dengan Manajer, karena ia ingin bertanya lebih banyak lagi. Jeremy ingin mengkonfimasikan apakah berita dari Vincent itu benar atau tidak.

Tapi sayangnya, Manajer tidak ada di tempat. Para pegawai yang masih ada di jam terakhir sebelum restoran tutup total yang memberitahunya.

Kini Jeremy sendirian di ruangan itu lagi. Duduk di kursi yang mengikatnya secara misterius, Jeremy tentu tidak tahan berdiri terus semalaman, dia masih manusia. Jeremy entah harus berterima kasih pada kursi itu atau tidak. Hari ini ia optimis, ia dapat melewati malam ke enamnya ini.

KRIIIIING.

Jeremy sudah tahu siapa yang mengirimnya pesan. Ia mengambil topeng Freddy di dekatnya. Lalu sudah memutar kotak musik khusus itu dari tombol di televisinya.

KRIIIING.

Jeremy menyorot lorong di depannya, menyalakan lampu sebentar pada ventilasi sampingnya.

KRIIIING.

Telepon secara otomatis menerima pesan dari Vincent.

"Hello? Hello... Uh... Apa yang kau lakukan di sana, uh, tidakkah kau mendapatkan memo itu? Uh, tempat ini ditutup, uh, setidaknya untuk sementara waktu. Seseorang menggunakan salah satu pakaian itu. Kami memiliki cadangan di belakang, yang kuning, seseorang menggunakannya... Sekarang tidak ada satupun dari mereka bertindak benar. Dengar, h-hanya selesaikan pekerjaanmu lebih aman daripada mencoba untuk meninggalkan tempat ini di tengah malam."

Jeremy menatap teleponnya. "Apa? Lagi pula kursi ini mengunciku," dengusnya sedikit kesal.

"Uh, kita punya satu acara lagi yang dijadwalkan untuk besok, pesta ulang tahun. Kau akan berada bekerja siang hari, pakai seragammu, dan awasi Animatronic, pastikan mereka tidak menyakiti siapa pun dan baik-baik saja. Uh, untuk saat ini lalui saja, uh, ketika tempat ini akhirnya terbuka lagi saya mungkin akan mengambil shift malam sendiri. Oke, selamat malam dan semoga beruntung,"

Jeremy menggaruk kepalanya. "Tunggu! Kuning? Jangan bilang kalau Golden Freddy?" Jeremy bergidik seketika.

.

.

.

"Jeremy?"

Suara yang ia kenal membangunkannya. "Kau tertidur lagi? Cepat bangun! Kita ada acara pesta ulang tahun! Hari ini dan besok!"

Jeremy membuka matanya seketika, dan terlihatlah Manajer di hadapannya. Ia telah menghadapi malam yang berat, sangat berat.

"Oh—ah! Maaf, Pak!" Jeremy berdiri dari kursinya. "Aku beri kau sehari untuk cuti, dan ini gajimu," Manajer memberi kertas putih bertuliskan nama Jeremy di atasnya, dan nominal gaji tertulis di sana.

"Eh? Apa aku dipecat?" Jeremy melongo. "Tidak, kau terlihat capek sekali. Terlebih kau masih kuliah. Vincent akan menggantikanmu besok, kok!"

"Ah! Iya! Pak, apa benar tempat ini akan ditutup? Apa benar ada yang menyebabkan sesuatu yang berdampak buruk bagi restoran ini?" Jeremy akhirnya mengutarakannya karena Manajer menyebut nama Vincent.

Reaksi sang Manajer di luar dugaan Jeremy. Raut wajahnya terlihat heran.

"Maksudmu? Pegawaiku tidak ada yang melakukan hal kriminal atau apapun itu. Walaupun hanya Animatronic saja yang sedikit bersifat aneh akhir-akhir ini. Sejak kau terus berjaga malam, apa kau merubah settingan mereka?"

"L-loh? Aku mana mungkin berani membongkar benda seperti itu, Pak!" Jeremy membela dirinya.

"Lalu? Dari mana kau dengar berita seperti itu?"

"Vincent, Pak. Dia bilang kostum berwarna kuning ada yang memakainya," Jeremy menggaruk kepalanya. "Kostum itu masih ada di belakang sana, di tempat yang tertutup. Tidak ada yang mengambilnya. Ah! Vincent! Bisa kemari sebentar?"

Kebetulan, pria itu sedang muncul di ujung lorong.

"Ya, ada apa, Pak?" sahut Vincent setelah mendekat.

"Kata Jeremy, kau bilang ada yang berbuat aneh dari para pegawai di sini. Dan ada yang memakai kostum kuning hingga menyebarkan berita bahwa restoran ini akan ditutup. Benar?" tanya Manajer tanpa basa-basi.

"Hah? Uh, Pak, aku tidak akan menyebar rumor seperti itu! Dia mungkin berhalusinasi atau ada orang lain yang memberitahu rumor itu?" Vincent menyenggol Jeremy, memberi 'tanda' agar tidak terlalu banyak bicara.

"Hm, benar? Ya, sudah. Aku harus bekerja, kau juga Vincent. Jeremy kau boleh pulang. Dan, semua berita yang kau dengar itu tidak benar,"

.

.

.

"Kenapa?! Apa kau berbohong?!" geram Jeremy setelah Manajer benar-benar pergi dari ruangan itu.

"Sssst! Kecilkan suaramu! Uh, Manajer itu orang yang tidak ingin membocorkan informasi semudah itu! Dia peduli dengan pegawainya! Uh, Karena itu ia tidak memberitahu yang lain! Hanya beberapa orang saja yang tahu! Ah, kau ini! Aku bisa kena marah nanti,"

"Benarkah?" Jeremy memberikan tatapan tak percaya.

"Aku sungguh-sungguh! Uh! Apa kau tidak ingin tahu apa yang terjadi di saat insiden yang pernah restoran ini alami? Manajer tentu tidak mau memberitahumu! Uh, Hanya aku yang tahu, karena aku penghuni lama di sini!" desisnya.

"Aku pernah menjadi penjaga malam di restoran sebelum ini. Uh, Manajer tentu tidak tahu, karena ia Manajer yang baru! Namun ia punya berkas tentang sejarah restoran ini. Tolong jangan beritahu informasi ini kepada orang lain. Hanya kita berdua yang tahu. Aku tidak ingin diwawancarai lagi tentang insiden tahun 1987 itu,"

Jeremy menghela nafasnya kasar. "Okay, maaf," ucapnya singkat. "Uh, Sebenarnya hari ini kita tutup, tapi karena ada janji dengan konsumen, uh, jadi kita tetap buka. Seperti yang kukatakan di pesan yang kukirim semalam, aku akan mengambil shift malam. Karena itu aku rela membimbingmu, dan dengan cuma-cuma aku memberi informasi yang kupunya ini,"

"Kata Manajer, kau menggantikanku besok? Benar?" Jeremy bersua. Vincent mengangguk pelan. "Karena itu malam terakhir restoran ini beroperasi," ujar Vincent serius.

"Kalau kau ingin tahu sejarah dan insiden yang dialami restoran ini, datanglah secara diam-diam nanti malam sebelum jam dua belas, aku memegang kunci belakang,"

.

.

.

"Jadi kau benar-benar mencurigai atasanmu?" ucap Frtiz tak percaya. Jeremy telah menceritakan apa yang baru saja terjadi pagi tadi.

"Ya, yang membuatku kesal, dia menuduhku bahwa aku penyebab para Animatronic bersikap aneh! Tch!" Jeremy bersungut.

"Dan Vincent akan memberitahumu apa yang sebenarnya terjadi di saat insiden itu?" Fritz memiringkan kepalanya. "Kenapa harus malam hari? Kenapa tidak siang saat istirahat atau kapan saja selain malam?"

"Kurasa ia ingin rahasia ini tidak diketahui lainnya, hal yang bersifat sangat rahasia. Jadi ia ingin berbicara empat mata denganku. Ya, aku juga ingin menanyakan banyak hal padanya," Jeremy bersemangat.

"Kau sepertinya mengidolakannya, hm?" celetuk Frtiz dengan tatapan tak suka. "Kau marah?" tanya Jeremy polos.

"Justru aku mencurigai Vincent. Sudahlah, berhati-hatilah nanti malam! Selamat istirahat."

Perdebatan mereka sampai di sini.

.

.

.

Jeremy berjalan secara mengendap-endap mendekati restoran itu. Di pintu belakang sudah ada Vincent yang menunggunya. "Kameranya kumatikan, para pegawai sudah pulang semua. Uh. Supaya Manajer tidak mencurigaimu saat melihat rekaman nanti pagi, karena itu kumatikan," jelasnya sembari menuntun Jeremy masuk ke dalam kantornya.

Semua ruangan sudah gelap gulita, kecuali kantor Jeremy—tempat sang penjaga malam mengamati tiap ruangan.

"Jadi, aku akan bercerita di sini," Vincent duduk di atas meja dan menyuruh Jeremy duduk di kursi, yang hanya ada satu di ruangan ini. "Tidak apa-apa, tak usah sungkan. Kita ini hampir seumuran, kok!" Vincent tersenyum lebar. Membuat Jeremy yang sudah terlanjur duduk itu menatap heran lawan bicaranya.

"Seumuran?" tampaknya Jeremy tak terima, lawan bicaranya itu tampak seperti berumur empat puluh tahunan. "Uh, ini hanya make up."

Vincent mengambil sapu tangannya dan mengusap wajahnya dengan sedikit menekan. Make up-nya hilang sedikit demi sedikit. Memperlihatkan wajahnya yang masih mulus, tak berkerut dan tampak lebih muda dari yang tadi.

Jeremy melotot heran. "Apa?!" pekiknya, namun ia tidak bisa bergerak dari kursinya. "Setiap malam kau tak bisa berdiri dari kursi itu sampai pagi datang, 'kan?" Vincent tersenyum lebar lagi.

"Apa—apa yang kau lakukan? Sebenarnya ada apa ini!?" Jeremy gusar namun tak bisa berbuat banyak.

Vincent menarik dagu Jeremy dengan cepat dan kasar. "Kau yang meminta kebenaran dalam teka-teki ini, bukan? Akan kuberi dengan cuma-cuma!" desisnya. "Baguslah kalau kau datang pada jam sepuluh malam ini. Masih banyak waktu untuk kuceritakan serinci mungkin,"

Jeremy merasa berat, ia tidak bisa apa-apa selain menatap mata Vincent. Mulutnya tak dapat bersuara, tubuhnya tak bisa digerakan. Seperti lumpuh.

"Umurku masih dua puluh tiga di tahun ini, tidak beda jauh denganmu, bukan? Aku menyamar dengan terlihat sedikit lebih tua agar Manajer baru itu tidak mengenaliku. Sudah kubilang dia punya berkas-berkas lengkap mengenai tempat sialan ini, aku tidak mau ditanya-tanya oleh siapapun lagi tentang insiden itu. Sebagai tambahan, aku memberi mantra pada kursi itu."

"Pria yang sebelumnya bekerja pada malam hari itu hanya diganggu satu Animatronic saja, dan langsung menyerah. Aku tidak memberi petunjuk padanya, karena aku melihat dia tidak punya sesuatu yang menarik. Dalam arti, dia tidak punya kemiripannya denganku." Vincent berhenti sejenak, menatap lawan bicaranya yang tak bisa apa-apa lagi karena pengaruhnya.

"Dan kau datang, aku merasa kau mirip denganku. Karena itu aku menaruh pesan yang kurekam, membagi pengalamanku dengan para Animatronic bodoh ini! Dan benar saja! Para robot itu menerormu! Mereka merasakan sesuatu dari dalam dirimu, sesuatu yang berbahaya, seperti diriku. Atau mungkin mereka mendengar suaraku dari telepon? Mungkin,"

'Si-sial! Aku dijebak? Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku salah, dan Fritz benar,'

"Dari pada aku jelaskan lewat kata-kata. Akan kuceritakan lewat 'mimpi' saja," Vincent menutup mata Jeremy, dan menutup matanya sendiri. Di saat itu juga Jeremy merasa amat sangat tak berdaya dan mengantuk.

.

.

.

1980.

"Tuan Muda Vincent, selamat datang,"

Semua pelayan menyambut bocah berumur sepuluh tahun itu. Ia baru saja pulang dari sekolahnya.

"Aku ingin bermain ketempat Papah!" pintanya.

Vincent adalah anak dari pemilik restoran 'Fred Bear's Family Diner'. Anak semata wayangnya, dan paling dimanja. Vincent sangat suka menghabiskan waktu di restoran itu, bermain bersama sang maskot dan juga anak-anak lain.

Vincent sebenarnya anak yang baik dan mau berbagi. Ia tak segan untuk bermain bersama konsumen yang seumuran dengannya waktu itu. Dan ia suka melihat sang maskot melayani tamu-tamu di restoran. Suatu hari Vincent melihat anak kecil lusuh dan menangis tersedu-sedu di luar sana. Menatap dari jendela, melihat anak-anak yang sedang bersenang-senang di dalam tempat makan keluarga ini. Vincent belum berani menyapanya. Jadi yang ia lakukan memandangnya dari dalam restoran ini.

Disaat Vincent pulang sekolah, ia dijemput ayahnya dan pulang menuju restoran. Baginya restoran rumah keduanya. Vincent melihat anak lusuh itu lagi, dekat dengan jendela restoran dan menangis tersedu-sedu.

"Ada apa Vincent?" tanya sang ayah ketika melihat anaknya diam setelah menuruni mobil yang dipakai untuk menjemputnya. Vincent menunjuk anak lusuh itu. "Kasihan dia," ujarnya. Anak yang sedang ditunjuk itu tidak menyadarinya.

"Oh, kau ingin berteman dengannya? Ayo ajak dia masuk," bujuk sang ayah sambil menggandeng anak kesayangannya mendekati anak lusuh itu. "Hai, Nak? Kenapa kau menangis?"

Anak yang lusuh itu terkejut, dan hampir lari. Namun si ayah mencegahnya dengan lembut dan bertanya sekali lagi. "Tenang, kami tidak akan berbuat jahat. Di mana orang tuamu?"

Anak lusuh itu semakin menangis.

Setelah berhasil membujuk anak lusuh itu masuk, ia mau bercerita kenapa ia seperti itu.

Namanya Martin, ia anak yatim piatu. Orang tuanya membuangnya secara terang-terangan. Meninggalkan dia di sekitar sini. Dia berasal dari tempat yang jauh, dia sendiri tidak tahu nama tempat tinggal asalnya. Ia merasa lapar dan sedih saat melihat keadaan di dalam restoran ini. Dan ia ingin sekali bermain dengan yang lainnya, ia kesepian.

Vincent yang mengetahui kisahnya itu merasa iba. Vincent dan Martin umurnya berbeda. Vincent lebih tua dari Martin, yang di duga umurnya sekitar enam tahun atau tujuh tahun. Dalam sekejab mereka akrab, Martin diberi kesempatan untuk tinggal bersama keluarga Vincent.

Vincent yang lebih tua berperan menjadi kakak tiri saat Martin diangkat menjadi anggota keluarga yang baru. Awalnya Vincent senang, bersekolah di tempat yang sama walau beda tingkatan. Pulang bersama, main bersama selayaknya kakak-beradik.

Hingga pada akhirnya Vincent mendapat nilai buruk pada pelajarannya, hampir semua mata pelajarannya. Sedangkan Martin dipuji oleh sang guru, Martin anak yang jenius. Orang tua Vincent merasa malu dan mulai membanding-bandingkan anak tirinya dengan anak kandungnya.

"Vincent! Kau ini memalukan saja! Bisa-bisa kau tidak naik kelas! Malu sama adikmu!" tidak ada istilah malu sama kucing di zaman itu.

"Kalau begini terus, kau akan kami hukum, Vincent! Kau tidak boleh bermain di restoran lagi!"

Semua caci maki ia terima di saat umurnya yang masih kecil itu. Kini umur Vincent sudah sebelas tahun. Dan hampir setahun sejak ia bersama Martin menjadi keluarga. Vincent berpikir, sejak Martin menjadi keluarganya, yang ia rasakan banyak pahitnya dari pada menyenangkan punya adik.

Dan ayahnya benar-benar menghukum Vincent. Ia dilarang bermain dengan sang maskot dalam beberapa hari. Hal itu membuat Vincent sangat sedih. Di rumah maupun di mana saja, Martin kini jadi pusat perhatian. Dan sudah tidak bermain bersama lagi.

Vincent pun kesal, merasa dunianya sudah direbut oleh orang asing.

Semakin lama Vincent semakin nakal. Seperti menjahili anak orang, maupun berkelahi. Vincent hanya anak kecil yang kehilangan kasih sayang dari orang tuanya, dan dibutakan amarahnya sendiri.

Suatu hari, orang tua Vincent harus pergi keluar kota untuk beberapa bulan lamanya. Di situ Vincent merasa bebas melakukan apapun. Seperti menendang sang maskot, dan adik tirinya. Atau mengerjai pegawainya.

Suatu hari Martin bermain di dalam restoran. Semua pegawai menyambut dan melayaninya. Vincent melihat itu, dan ia ikut masuk ke dalam restoran juga, namun dicegah oleh pegawainya.

"Maaf, Vincent. Kata ayahmu kau dihukum lagi karena menendang adikmu,"

Sebenarnya hukuman tidak membuatnya sakit hati. Namun yang membuat emosinya memuncak adalah, para pelayan tidak menghormatinya lagi. Justru Martin yang dipanggil Tuan Muda.

Vincent sempat kabur dari rumahnya. Namun ia dengan mudah ditemukan oleh pegawai maupun polisi. Vincent semakin menjadi, di sekolah ia tak bisa dikendalikan amarahnya. Hingga suatu saat, di saat Vincent pulang sekolah melewati restoran milik ayahnya. Orang tuanya masih ada urusan di luar kota. Vincent sempat melihat Martin yang bermain dengan maskot restoran, bersama anak-anak lainnya.

"Huh. Anak kesayangan, Papah." Gumamnya.

Esoknya Vincent datang dan memberitahu kepada para karyawan bahwa Martin tidak boleh datang ataupun masuk ke dalam restoran. Vincent beralasan itu perintah dari ayahnya, ia berkelit agar Martin belajar di rumah karena mau menghadapi ujian. Mudah baginya untuk membohongi para pelayan, tentu karena ia anak pemilik restoran. Para pegawai yang telah dibohongi oleh anak sang pemilik restoran itu menurut saja. Lalu Vincent pun berangkat menuju sekolahnya.

Martin sebenarnya sangat sedih, sang kakak tidak mau menemaninya main maupun membalas sapaannya lagi.

Dan, pulang sekolah Vincent melihat Martin menangis tersedu-sedu di depan jendela restoran. Vincent merasa nostalgia melihat kejadian ini, ia tersenyum lebar dan mengambil apa yang telah ia siapkan dari rumah. Ia memasukannya ke dalam saku celananya. Vincent menyuruh supirnya berhenti, dan ia menghampiri Martin dari belakang.

"Kenapa, Martin? Kenapa tidak masuk ke dalam?" Vincent mendapati para pegawai yang tengah sibuk karena restoran sedang ramai oleh pesta ulang tahun seseorang.

"Hiks, mereka bilang ayah tidak memperbolehkanku bergabung dengan mereka dulu," jelasnya diiringi isak tangis. Ia menatap kakak tirinya itu.

"Wah, sayang sekali, ya? Kenapa, ya? Mungkin saja ayah sudah bosan denganmu? Atau tidak menginginkanmu lagi? Jika Ia pulang nanti, mungkin kau akan diusir," Vincent berbohong.

"Ke-kenapa bisa begitu!? Apa Martin sudah menjadi anak nakal?!" isak tangisnya semakin keras, membuat Vincent kesal.

"Bukan," Vincent menepuk bahu adiknya dan memutar tubuhnya agar melihat ke dalam restoran melalu kaca bening di hadapannya, membelakangi Vincent tentunya. Terlihat orang di dalam bersuka cita, tertawa, dan tidak ada yang memperhatikan mereka berdua di luar sini.

"Karena kau telah merebut kehidupanku yang bahagia, Martin!" desisnya di telinga sang adik tiri dari belakang. Vincent mengeluarkan benda yang ia siapkan dari rumah, ia keluarkan dari sakunya. Sebilah pisau kecil ia tancapkan kearah punggung Martin. Menembus dadanya, mengeluarkan darah perlahan.

"Kini aku rebut kembali," bisiknya lalu mencabut pisau itu dan berlari masuk ke dalam mobil.

"Jangan bilang siapa-siapa! Atau kau akan kupecat!" ancam Vincent pada sang supir yang tentu mengetahui kejadian itu. Tentu sang supir takut. Lalu Vincent menyuruh supir untuk pergi dari sini secepatnya dan membuang pisau yang Vincent gunakan.

Martin, masih berdiri di sana. Matanya sembab, air mata semakin menetes melewati pipinya yang merona. Namun ronanya menghilang seiring waktu, karena ia kehilangan banyak darah. Martin merasa sakit dan lemas. Lukanya tidak begitu besar namun dalam—tembus sampai depan dadanya.

Tubuh mungilnya terjatuh, darah mulai menggenangi tubuhnya yang sekarat. "KYAAA!" teriak pejalan kaki. Orang yang berada dalam restoran juga ada yang menyaksikan Martin terjatuh. Nyawanya tak tertolong, tubuh mungilnya kehabisan darah karena tusukan yang tepat mengenai jantungnya itu.

Berita memilukan tersebar. Seorang anak ditemukan tewas terbunuh di depan 'restoran-nya sendiri'. Pembunuhnya tak diketahui, karena tidak ada yang melihat kejadian itu. Dari banyaknya orang di dalam restoran tidak ada yang melihat sang pembunuh. Mengherankan memang, terlebih para pegawai terkejut dan merasa bersalah.

Vincent tersenyum penuh kemenangan saat ia tahu kalau kasus ini ditutup dan membuat restoran itu juga ikut ditutup. Dia sangat senang, karena sang ayah gulung tikar dan menjual restoran itu kepada temannya. Polisi menduga bahwa Martin dibunuh perampok atau semacamnya.

Enam tahun kemudian setelah insiden itu, Vincent telah lulus dari sekolah menengah atasnya. Dan ia hidup menyendiri sejak itu. Seperti putus hubungan dengan keluarganya. Vincent pun berteman dengan ajaran sesat.

Demi menyambung hidupnya, Vincent melamar kerja pada Freddy Fazbear's Pizza. Ia tahu, restoran itu sebenarnya punya ayahnya, namun telah berpindah tangan. Ia diterima lalu bekerja sebagai penjaga siang. Mereka kini punya lebih banyak maskot yang melayani anak-anak.

Orang-orang menyebutnya Animatronic. Ada lima yang bekerja untuk menghibur anak-anak di restoran ini. Freddy yang dulu, Freddy berwarna coklat, Chica, Bonnie, dan Foxy. Vincent bertugas untuk mengawasi Foxy secara ketat. Karena anak-anak sangat suka dengan Foxy si bajak laut itu.

Rubah merah yang memakai penutup mata dan hook ala bajak laut itu bertugas menghibur anak-anak dengan suaranya. Ia bisa bernyanyi seperti Animatronic lainnya. Alasan mengapa Foxy perlu dijaga adalah giginya. Walau mainan, tetap saja gigi taringnya tajam. Vincent mulai menyukai pekerjaannya ini. Menyalakan Foxy, memperhatikan Foxy bermain dengan anak-anak, berperan sebagai bajak laut.

Terkadang Vincent turut ikut serta dalam permainan anak-anak yang menjadikan Foxy sebagai penjahat maupun pahlawan. Dan saat tempat kerjanya mau tutup, ia tentu bertugas untuk mematikan mesin di dalam Foxy. Menutup tirai ungu berhiaskan bintang yang bersinar karena terpaan lampu. Foxy tinggal di dalam sana, tirai berbentuk tabung menutupi keberadaannya yang special itu.

Vincent menyukai Foxy, semakin lama ia bekerja di situ. Di penghujung tahun 1986 ini, Vincent disibukan dengan pelanggan tetap Foxy. Lima orang anak yang sangat senang bermain dengan Foxy.

Entah itu merobek celana Foxy, mencabut sungut hiasan Foxy, kadang melucuti hook dan penutup mata Foxy. Namanya juga anak kecil.

Vincent yang awalnya suka melarang mereka, ia menjadi lelah sendiri. Ia bosan menegur anak-anak itu, dan ia kesal juga karena anak-anak itu terkadang memukulinya kalau Vincent membentak mereka.

Sampai di mana kesabaran Vincent habis. Lima anak itu memperlakukan Foxy secara kasar, sampai rusak tak bisa bergerak. Vincent yang ada di situ ingin sekali memukul anak-anak nakal itu. Namun dicegah oleh Manajernya waktu itu.

"Jangan melakukan kekerasan! Tidak apa mereka merusak Animatronic itu, kita masih bisa memperbaikinya, tapi kepercayaan pelanggan akan hilang jika kau melakukan kekerasan!"

Itu yang Manajer ucapkan.

Memang, Foxy sudah dibetulkan kembali. Dan lima anak itu tetap bermain dengan Foxy. Vincent yakin Animatronic kesukaannya pun tak sanggup lagi diperlakukan seperti itu. Hingga akhirnya Vincent mendapat kesempatan.

Waktu itu sore hari, di mana ada pesta ulang tahun sangat meriah, sehingga hampir semua pegawai melayani di ruang sebelah. Vincent sendirian di ruangan satunya, menemani sang Foxy. Namun lima anak kecil itu datang, berteriak meminta Foxy keluar.

Vincent pun datang menghampiri ke lima anak itu. "Uh, hey, bocah-bocah! Kalian ingin melihat Foxy sang bajak laut?" tanya Vincent dengan nada ramah.

"Ya!"

"Cepat keluarkan dia, dasar pemalas!"

"Aku ingin menendang Foxy!"

Mendengar sahutan itu, Vincent tersenyum lirih. "Wah, kalau begitu Foxy bisa sedih. Kalian mau bertemu dengannya, bukan? Coba turuti perintah kakak Vincent," pinta Vincent sambil mendekati ke lima anak itu.

"Mana mungkin robot bisa sedih!" protes salah satu anak kecil. "Bisa, jika kalian terus menyiksanya seperti itu," tutur Vincent dan merubah senyumnya. "Jika kalian ingin bertemu dengannya, kalian harus menutup mulut dan mata kalian,"

"Lalu akan kubawakan Foxy kesukaan kalian," lanjut Vincent sambil menyentuh satu-persatu kepala anak-anak itu. Vincent belajar 'ilmu' dari ajaran yang ia ikuti. Ia sanggup menghipnotis dengan cara menyentuh targetnya dan melakukan apa yang Vincent minta. Vincent juga bisa mengendalikan anggota tubuh manusia yang berada di bawah pengaruhnya.

Ke lima anak itu menutup mata dan mulutnya sendiri. Vincent berjalan santai kearah Foxy yang masih di balik tirai ungu itu. Tangannya meraih gigi taring Foxy yang terbuat dari besi itu, dan melepaskannya dari rahangnya. Kini gigi Foxy ada di dalam genggaman Vincent. Tak lama ia langkahkan kakinya kearah anak-anak yang terkena hipnotisnya itu.

"Foxy akan menyambutmu!" pekiknya girang. Tangannya mengayunkan gigi tajam Foxy kearah anak kecil paling depan. Menusuk secara brutal. Vincent menusuk ke lima anak kecil secara acak. Sampai lima-limanya tumbang dan bersimbah darah.

"Ahahahahah! Kalian tidak akan bisa merusak Foxy lagi!"

Vincent membersihkan wajahnya dari bercak darah, tak lupa gigi taring Foxy ia bersihkan, dan memasangnya kembali ke tempat awal seperti semula. Vincent dengan sengaja menyalakan Foxy, membiarkan Foxy berjalan ke ruangan di mana lima anak kecil itu tak bernyawa.

"Ini dia! Foxy yang kalian tunggu! Yang kalian…. Siksa,"

Vincent tersenyum senang.

Kardus yang sangat besar itu merupakan bekas membungkus Animatronic, dan sudah Vincent siapkan dekat tirai yang menjadi tempat tinggal Foxy. Vincent dengan cepat membawa lima mayat itu ke dalam kardus. Kardus itu sudah di lapisi plastik di bawahnya agar darah tidak meresap keluar. Dan juga tangan Vincent yang telah di bungkus sarung tangan sejak awal agar tidak ketahuan sidik jari maupun hal yang tak diinginkan lainnya.

Vincent membersihkan lantai ruangan dari darah, lalu membawa kardus itu ke gudang. Tidak ada satupun yang tahu kejadian itu. Semua pegawai ada di ruangan pesta ulang tahun seseorang.

Setelah pesta ulang tahun selesai, lima pasang orang tua mencari anaknya. Tentu, tidak ketemu. Sampai restoran tutup, Vincent meminta izin pada Manajer agar ia boleh menginap di tempat kerjanya ini. Manajer menyetujuinya dan memberinya kunci.

Lelaki itu membuka kardus yang berisi mayat anak kecil yang ia simpan di gudang. Dan memakai sarung tangan baru. Vincent membawa pisau daging dari dapur, menggunakannya untuk membelah tubuh anak kecil itu satu persatu.

Membelah dadanya, dan mengambil jantungnya. Sebelumnya Vincent telah menaruh lima Animatronic di dekatnya. Para Animatronic sudah di lepas kepalanya dari tubuhnya. Memperlihatkan Endoskeleton dan mesinnya.

Satu anak selesai ia ambil jantungnya, dan menaruhnya di dalam Animatronic pertama adalah Chica. Mayatnya juga berjenis kelamin perempuan. Tak hanya jantungnya yang ditaruh di dalam badan Chica. Vincent juga melumuri bagian dalam kepala Chica dengan darah korbannya.

Selanjutnya ia membelah dada anak laki-laki. Vincent ingat, mayat yang sedang dibelahnya ini-lah yang paling nakal. Vincent mengambil jantungnya dengan cara brutal dan kasar, penuh emosi. Lalu menaruh jantung yang sudah tak berdenyut itu ke dalam Bonnie. Dan juga melumuri bagian dalam kepala Bonnie dengan darah.

Anak ke tiga, perempuan juga. Mayatnya ini setahu Vincent dia pendiam, pintar, namun sadis juga dalam menyiksa Foxy. Karena itu, Vincent memasukan jantung itu ke dalam Freddy. Sedangkan anak ke empat, laki-laki yang juga pendiam, namun agresif di saat tertentu. Ia masukan jantungnya ke dalam Foxy.

Anak ke lima, Vincent hendak mengambil tubuhnya. Dan siap membelah dada sang anak, namun Vincent terdiam sesaat. Ia merasa ganjil, badan anak itu tidak kaku, dan tidak dingin. Masih hangat dan lemas. Tiba-tiba tangan anak kecil itu mencengkram pergelangan Vincent.

"Masih hidup!? Kau pura-pura mati?"

Vincent langsung menancapkan pisau daging yang besar itu kedada anak kecil berjenis kelamin laki-laki yang sekarat. Dan langsung merenggut jantungnya keluar dari tubuhnya. Sensasi baru yang Vincent rasakan.

Jantung yang masih hangat dan mengeluarkan banyak darah. Seulas senyum terpasang di wajah Vincent. "Ini akan menjadi master piece-ku!"

Vincent memasukan jantung yang masih hangat itu ke dalam Golden Freddy.

Semua, semua kepala Animatronic ia lumuri darah anak-anak itu. Vincent memasukan mayat-mayat itu kembali ke dalam kardus lalu menguburnya jauh di belakang restoran, dan sedalam mungkin. Vincent tentu berjam-jam telah menggali tanah hanya untuk lima mayat yang ada di dalam kardus ini.

Setelah semua bersih dan barang bukti lenyap, Vincent memasang kembali kepala Animatronic ke badan masing-masing. Lalu menaruhnya ke tempat semula.

.

.

.

"Kira-kira seperti itu insiden hilangnya lima anak yang ada di restoran dulu, lalu pasti kau tahu selanjutnya apa yang terjadi. Restoran ditutup karena Animatronic berbau busuk dan mengeluarkan darah dan lendir! Ya, karena aku tentunya. Sejujurnya aku hanya iseng melakukan itu," ujarnya santai, mereka masih menutup matanya masing-masing.

"Kau tahu, aku dapat 'ilmu' seperti ini karena aku bergabung dengan….." Vincent tersenyum namun masih menutup matanya, tentu Jeremy tak dapat melihatnya tersenyum licik. "Yah, bagi kalian mungkin itu ajaran sesat."

"Tapi siapa sangka aku menciptakan mesin pembunuh! Yah, memang belum ada korban. Tapi mereka cukup berperilaku di luar logika! Mungkin saja mereka mengincarku, tapi tidak juga. Mungkin saja mereka mengincarmu karena kau juga punya hasrat pembunuh sepertiku,"

Lanjut Vincent sambil terkekeh pelan. Jeremy tidak bisa membuka mulutnya.

'Apa kau bilang!? Aku tidak pernah membunuh siapapun!'

"Memang, tidak pernah. Tapi kau punya keinginan seperti itu," Vincent dapat membaca pikiran Jeremy.

"Buktinya mereka terus menerormu, dan memberi pentunjuk melewati game, 'kan?" Vincent terkekeh sekali lagi.

"Itu karena kau dan aku hampir sama! Kau sadar, barusan adalah vision saat aku kecil, perjalanan hidupku yang terkait insiden restoran ini! Dan semua ada pada game itu, bukan?"

Vincent tidak butuh jawaban dari Jeremy, kalimat retorisnya anggap saja angin lalu.

"Dan mereka menyuruhmu untuk menyelamatkan dia? Dan mereka sendiri? AHAHAHAHAHAH!" Vincent tertawa lepas.

"You can't!" lanjutnya, membuat Jeremy teringat kalimat itu. Kini ia tahu, Jeremy seakan sudah mengumpulkan pecahan puzzle dan menyusunnya. Namun baru jadi setengahnya.

"Yah, malam ke enam, apakah kau akan selamat? Sudah jam dua belas malam, aku akan meninggalkanmu di sini. Tenang saja, rahasia kita berdua tetap terjaga, HAHAHAHAH!"

G+

4 komentar:

  1. Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    ReplyDelete
  2. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    ReplyDelete
  3. mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajoqq.club...
    segera di add black.berry pin 58CD292C.
    WwW-AJoQQ.club| bonus rollingan 0,3% | bonus referral 20% | minimal deposit 15000

    ReplyDelete
  4. Casinos Near Harrah's Resort Southern California - MapYRO
    Find Casinos Near 순천 출장샵 Harrah's Resort 계룡 출장샵 Southern California 계룡 출장샵 in Funner. Find 안산 출장샵 addresses, see photos and read 2526 reviews: "Such a 광양 출장마사지 nice location".

    ReplyDelete