Mengenal Bisnis E-Hate



Kita hidup pada zaman dimana maraknya medsos, namun tidak disertai dengan pemahaman etika dan adab yang memadai, maka kita menyaksikan sendiri betapa mengerikan perilaku para penyebar kebencian, dusta bahkan fitnah dan adu domba. Mereka memanfaatkan betapa mudahnya berita bisa tersebar di medsos, ditambah bila berita itu masuk ke komunitas yang rasa kebanggaan kelompoknya kuat, maka berita itu akan jauh lebih cepat menyebar seperti api disiram oleh minyak. Yang anomali adalah ketika beberapa punggawa medsos yang menyebar Kebencian Elektronik (E-Hate) itu adalah dari mereka yang mengaku pembela agama, mengaku kader dakwah atau mengaku anti terhadap liberalisme. Padahal agama (terutama Islam) melarang untuk menyebarkan kebencian, apalagi dusta dan fitnah. Rasulullah sendiri melarang mendzalimi orang lain, baik itu muslim ataupun nonmuslim. Bahkan untuk para penuduh yang tuduhannya keliru, ada ancaman menjadi orang yang bangkrut di akhirat (muflisin).
Salah satu pelopor bisnis E-Hate ini yang diingat penulis adalah akun Twitter TrioMacan2000, yang dikelola oleh beberapa orang. Mereka mencampuradukkan antara fakta dan fitnah, dan banyak orang yang terpesona dengan mereka. Dan ternyata, beberapa kultwit mereka adalah pesanan, ada rupiah di baliknya. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit sudah mulai terbongkar, dan beberapa punggawanya sudah masuk ke meja pengadilan.
Bisnis E-hate adalah sebuah bisnis di internet yang bertujuan untuk mendapatkan banyak KEUNTUNGAN dengan cara memprovokasi dan menebar kebencian di dunia maya. Melihat semakin merebaknya Facebook Fans Page, Website/ blog, akun #media sosial penebar kebencian demi kepentingan bisnis, saya mencoba untuk membahas tentang bisnis E-hate ini.
Kemungkinan masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui apa itu bisnis E-hate, karena sampai saat ini belum ada satupun yang bisa menjabarkan bisnis E-hate secara jelas. Menurut Urbandictionary.com Ehate atau E-hate adalah lawan kata dari “dicintai” atau “dikagumi” di internet. Secara tidak resmi, kata ini juga didefinisikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang tidak disukai oleh komunitas online. Kata ini (E-hate) secara tidak sengaja diciptkan oleh pengidap disleksia pada Newstoday community.
Bisnis ini (E-hate) juga berarti sebuah bisnis online yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan cara menebarkan kebencian yang menyasar kepada seseorang atau instansi melalui media internet. Target E-hate ini bisa siapa saja, yang penting bisa memberikan penghasilan langsung ataupun tidak langsung kepada si penebar kebencian tersebut.

Kegiatan E-hate Mudah Ditemukan di Internet...
Kegiatan E-hate ini banyak sekali kita temukan di internet, terutama di media sosia seperti Facebook dan Twitter. Sebuah rumor yang dibawa oleh para pembenci, lalu kemudian disebarkan oleh orang-orang tertentu, kemudian diterima mentah-mentah oleh sebagian pengguna internet yang terlalu ‘LELAH’ dalam menggunakan logika. Tidak ada yang tahu pasti kapan bisnis E-hate ini mulai muncul, dan tidak jelas juga siapa yang menjadi perintisnya di Indonesia. Yang pasti, bisnis ini terlihat nyata pada masa-masa pemilihan presiden dan masih terus berlangsung hingga saat ini. Mereka yang menjalankan bisnis E-hate ini sangat pintar dalam memanfaatkan para Followers mereka di media sosial dalam mencari uang dengan cara yang tidak etis, yaitu menebar kebencian. Semakin banyak pembenci, maka si pebisnis E-hate akan semakin untung.

Bagaimana ‘Mereka’ Menjalankan Bisnis Ini...?
Para pelaku bisnis E-hate ini melakukan gerakannya dengan cara membuat konten (tulisan, image, dan lainnya) yang bertujuan untuk memprovokasi. Mereka tidak perduli apakah data itu benar atau tidak, yang penting bisa menghasilkan sebuah kebencian para netter. Bahkan para pelaku bisnis E-hate ini mampu menciptakan sebuah propaganda analis yang kemudian membuat para pembaca tertipu dan suka rela menyebarkan konten tersebut di internet. Bukan hanya itu saja, para pembaca kerap naik darah atas konten E-hate ini sehingga menciptakan banyak komentar dan menjadi viral di media sosial.
Seiring dengan semakin banyaknya komentar dan viral di media sosial, maka tentu saja akan semakin banyak para haters (pembenci) yang berdatangan pada konten tersebut. Ini kemudian akan membuat nilai jual tulisan atau akun si pebisnis E-hate akan semakin meningkat dan harganya akan sangat tinggi. Akun atau website si pebisnis E-hate akan sering ‘ditongkrongi’ oleh para haters lainnya. Jika sudah begini, maka proses promosi produk lainpun akan semakin mudah, misalnya untuk berjualan baju, pulsa, mencari donatur, menerima jasa pasang iklan, dan lain-lain.
Website jaringan penyedia jasa pemasangan iklan, misalnya Google Adsense, kemungkinan besar tidak bisa melacak sumber trafik yang datang ke sebuah portal/ blog karena sebenarnya Google sangat menentang konten yang menebar kebencian. Akhirnya website si pelaku bisnis E hate akan ramai pengunjung dan website tersebut menjadi populer di internet.

Topik Yang Sering Diangkat Para Pelaku Bisnis E-hate...
Topik yang sering diangkat oleh para pelaku bisnis E-hate adalah yang berkaitan dengan Agama dan Politik. Seperti kita ketahui, banyak sekali perbedaan pendapat pada kedua topik ini (Agama dan Politik) dan sangat sulit untuk mengajak seluruh pembaca untuk berpikir logis. Selain kedua topik ini, para pebisnis E-hate juga mengangkat topik lain, namun tidak seefektif topik Agama dan Politik dalam menghasilkan banyak haters.
Bagi para pebisnis E-hate ini, menebar kebencian melalui topik Agama dan Politik bukanlah hal yang sulit. Ibaratnya, cukup hanya menyulut sebuah api kecil saja, nanti konten tersebut akan meledak dengan sendirinya. Mereka membolak-balikkan sebuah fakta sehingga sangat sulit menganalisa kebenarannya. Bahkan bila tulisan yang diciptakan ternyata terbukti bohong, para pelaku E-hate ini punya jurus “NGELES” untuk menghindar.
Tanpa disadari, para pengguna internet yang sudah saling debat argumen tidak mendapatkan apa-apa. Malah rasa marah dan benci di dalam dirinya semakin menggerogoti hati dan pikirannya dari hari ke hari. Di sisi lain, si pebisnis E-hate mendapatkan keuntungan, ia menjadi terkenal dan mendapatkan berbagai tawaran yang bisa menghasilkan uang, misalnya menjual space iklan mahal di website atau Fans Page miliknya.
Para pebisnis E-hate seringkali membuat konten yang berisi fitnah terhadap orang-orang terkenal, tokoh yang memiliki banyak fans, figur yang memiliki banyak pendukung maupun pembenci. Semakin Anda terpengaruh dan tersulutu emosi oleh tulisan mereka, maka mereka akan semakin senang dan merasa sukses. Bagi pebisnis E-hate, menebarkan kebencian demi popularitas dan uang adalah hal yang wajar.
Setelah Pilgub DKI 2012 yang berakhir dramatis, maka kita menjadi saksi munculnya gelombang kebencian yang ditampakkan oleh gerakan yang dulunya dikenal santun dan Islami, tapi tiba-tiba menjadi beringas. Khususnya yang menyerang Jokowi, dan diperparah dengan kasus LHI yang ditangkap dan akhirnya dibui. KPK pun menjadi sasaran bully. Ini berlanjut hingga Pilpres 2014, dimana disini adalah salah satu titik tertinggi dimana fitnah menyebar membabi buta tanpa kontrol, bahkan orang yang biasa disebut cendekiawan, atau tokoh agama, beberapa termakan oleh badai fitnah ini. Namun rupanya hal ini tidak selesai, hingga saat ini kebencian, dusta, dan fitnah, masih terus berlangsung.
Sejak Pilpres 2014, mulai ada pergeseran, situs medsos itu mulai masuk ke era komersial. PKSPiyungan, yang gencar memberitakan kebencian kepada Jokowi, dan beberapa orang di luar kelompoknya, mulai pasang iklan dengan porsi besar. Bagi orang yang menekuni dunia periklanan di Internet, tentu paham, betapa besar potensi iklan, dari memanfaatkan keluguan orang anggota kelompok/harokah, yang mencari berita, dan tsiqah/percaya terhadap berita yang disebarkan oleh anggota kelopoknya. Jika sehari ada puluhan ribu yang masuk ke situsnya, bisa dibayangkan pendapatan perbulan dari pengelola situs.
Kemudian, Suaranews yang afiliasinya sama dengan PKSPiyungan pun sama, dengan format yang lebih “nggilani”, karena iklan yang ditampilkan tidak proporsional dibanding dengan berita kebencian yang dimuat, bahkan beberapa iklan yang ditampilkan, iklan yang vulgar, perempuan setengah telanjang, iklan judi. Si empunya beralasan itu khan konten iklan dinamis, dia tidak bisa penuh mengontrolnya. Barangkali si empunya yang notabene mengaku membela Islam, lupa dengan salah satu sendi utama Islam, bahwa menutup pintu keburukan, itu lebih didahulukan daripada mengambil manfaat.
Masih ada beberapa situs dengan afiliasi sama dengan PKSPiyungan dan Suaranews, seperti Intriknews, pekanews, fimadani, dll dengan modus serupa. Dan yang paling heboh di jagad medsos adalah fenomena Jonru.

Jonru termasuk penggiat medsos dan kader partai tertentu yang “berhasil” menggaet ratusan ribu follower dalam FanPage di facebook. Topik yang sering dimuat di fanpagenya adalah kebencian terhadap tokoh yang menjadi lawan politik kelompoknya, ini yang membuat jumlah like di FPnya meningkat tajam dalam kurun Pilpres 2014. Rupanya ratusan ribu follower yang dimilikinya, membuatnya tertarik untuk mengkomersilkan FPnya. Saat ini tarifnya sekali posting Rp 1.1 juta rupiah, dan dengan rekomendasi tarifnya Rp 1.5 juta rupiah.
Dengan business model seperti ini, maka akan semakin menjauhkan si ownernya dari prinsip inshof, adil, karena yang bikin rame dari FP atau situsnya adalah berita tentang kebencian kepada sosok tokoh. Sesuatu hal yang dikompori oleh kelompok yang kemarin kalah Pilpres. Bagaimana mungkin dia akan berani melawan selera para followernya, kalau dia juga tergantung pemasukannya dari materi kebencian yang dia sebar?

Akhir kata, marilah kita berdoa supaya kita tidak digolongkan sebagai manusia yang gemar menyebarkan dusta dan fitnah kepada orang lain, janganlah kita menjadi kelompok yang rugi di akhirat karena gemar menuduh tanpa bukti kepada orang lain. Wallahualam smile

G+

0 komentar:

Post a Comment