
Cerita ini saya kutip dari sebuah buku yang berjudul "Harry Potter And The Deathly Hallows" yang di tulis oleh seorang penulis terkenal bernama, J. K. Rowling. Karena ada beberapa bahasa yang mungkin agak aneh untuk kalian baca. Jadi sesudah saya translate, maka saya ubah beberapa kata, kalimat dan baris pada cerita ini, agar nyaman di baca dan mudah di pahami oleh pembaca blog ini.
Selamat membaca... !!!
Dahulu kala hidup lah tiga orang bersaudara, mereka berkelana dari tempat yang jauh, melewati tempat-tempat sepi dan gelap. Sampai suatu hari tibalah ketiga bersaudara ditepi sebuah sungai yang lebar dan dalam. Arusnya sangat deras, sehingga tidak memungkinkan untuk di sebrangi dan bahkan terlalu berbahaya juga terlalu lebar untuk diseberangi dengan berenang.
Meskipun demikian ketiganya merupakan penyihir yang handal, hanya dengan melambaikan tongkat sihir dan terbentuk lah sebuah jembatan dihadapan mereka.
Pada saat mereka hendak melalu jembatan itu, munculah sesosok mahkluk berjubah, ketiganya pun dihalangi oleh sosok mahluk berjubah tersebut.
Ternyata mahluk tersebut merupakan wujud dari "KEMATIAN" , ia marah karena merasa telah dicurangi oleh ketiga bersaudara. Karena biasanya orang-orang yang berniat menyeberangi sungai tersebut berakhir dengan tenggelam kedasar sungai dan mati.
Dengan licik ia berpura-pura memberikan selamat atas kemampuan sihir ketiganya, dan mengatakan masing-masing dari mereka berhak mendapatian satu permintaan.
Si Sulung diantara mereka adalah seorang yang senang berduel dan pamer, ia meminta sebuah tongkat sihir Terhebat yang pernah dibuat dimuka bumi. Tongkat sihir tersebut harus selalu memberikan kemenangan bagi pemiliknya, sebuah tongkat yang pantas karena telah mencurangi kematian !
Mendengar permintaan si Sulung, Sang kematian mendekati pohon elder (semacam pohon arbei liar) yang terdapat dipinggir sungai, membuat sebuah tongkat sihir indah dari ranting pohon kemudian memberikan si Sulung tongkat tersebut.
Anak ke dua merupakan orang yang sombong, berniat mempermalukan malaikat maut lebih jauh lagi, dan meminta kemampuan untuk membangkitkan orang mati. Sang kematian memungut sebuah batu dari dasar sungai yang deras tersebut, lalu memberikan batu tersebut sambil berpesan batu tersebut mempunyai kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal dunia.
Kematian bertanya kepada si bungsu apa yang ia inginkan. Bungsu dari tiga bersaudara ini adalah seorang yang rendah hati dan bijaksana, ia tidak percaya dengan niat tulus sang kematian. Si bungsu meminta sesuatu yang dapat membuatnya bisa melanjutkan perjalanan tanpa diikuti oleh kematian.
Sang kematian dengan enggan (karena sudah berjanji sebelumnya akan mengabulkan apapun permintaan mereka) memotong kain dari jubah gaib nya sendiri dan memberikan jubah gaib itu kepada si Bungsu.
Sang kematian pun menyingkir dan mempersilahkan mereka melanjutkan perjalanan. Ketiganya melanjutkan perjalanan sambil memperbincangkan kejadian yang baru mereka alami sambil mengagumi hadiah yang mereka dapat dari kematian.
Sampai tiba saatnya ketiganya harus berpisah melanjutkan perjalanannya menuju ke tujuan mereka masing-masing. Sulung terus melanjutkan perjalanan lebih dari seminggu sampai akhirnya mendapati desa yang sangat jauh, mencari seseorang yang pernah berduel dengannya. Dengan tongkat elder sebagai senjatanya, si sulung tidak akan dapat dikalahkan dalam pertarungan. Si sulung memenangkan duel maut itu, lalu membiarkan lawannya yang mati tergeletak begitu saja diatas lantai.
Kemudian ia menyewa sebuah losmen, disana si sulung menyombongkan diri bahwa ia tidak mungkin dapat dikalahkan karena tongkat sihir miliknya merupakan hadiah sang kematian.
Ketika malam tiba dan ketika si Sulung tengah tertidur lelap, salah seorang penyihir datang sambil mengendap-endap mendekati si sulung yang sedang tertidur dalam keadaan mabuk, penyihir tersebut menggorok lehernya kemudian mengambil tongkat Elder milik si Sulung . Dan saat itu juga kematian datang menghampiri, mengambil si sulung sebagai miliknya.
Sementara itu, anak ke dua dari tiga bersaudara kembali kerumahnya dimana ia tinggal sendirian disana. Kemudian ia mengeluarkan batu kebangkitan , diletakkan diatas telapak tangannya kemudian diputar tiga kali. Tiba-tiba bayangan wanita yang dulu pernah hampir dinikahinya, namun meninggal saat usia muda, seketika muncul dihadapannya.
Tetapi wanita pujaannya terlihat sedih dan dingin, seakan-akan ada sesuatu yang memisahkan mereka berdua. Sekalipun sang wanita hidup kembali, tetapi dunia ini bukanlah tempat untuk orang mati dan dia begitu sangat menderita, kemudia wanita itu kembali ke tempat dimana seharusnya dia berada.
Sampai akhirnya anak ke dua malah menjadi putus asa, kemudian bunuh diri demi menyusul orang yang ia cintai. Dan kematian datang untuk menjemput anak kedua.
Sang maut kemudian mencari si bungsu, selama bertahun-tahun ia mencari si bungsu tetapi tidak menemukannya dimana pun.
Ketika si bungsu sudah lanjut usia, ia melepas jubah pemberian sang Kematian dan menyerahkan jubah tersebut kepada anaknya. Si bungsu menyapa malaikat maut yang menemuinya dengan senang hati sebagaimana seseorang bertemu dengan kawan lama. Malaikat maut dengan terus terang mengatakan bahwa posisi mereka seimbang (si Bungsu mampu mencurangi kematian, akan tetapi sebagaimana siklus hidup manusia, ia tetap mati karena lanjut usia, tidak seperti ke dua saudaranya.) dan si bungsu pun meninggal dengan tenang.
Jadi, apa hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini ?
0 komentar:
Post a Comment