Love Destiny (Episode 2)



Aku memakai topengku dan mulai bergerak dengan pisau di kedua tangan. Bodyguard pertama kuhabisi dengan satu tebasan dilehernya dan bisa kulihat Gyro juga telah menghabisi miliknya yang pertama.

Kedua… Ketiga… Aku telah menghabisi 3 bagianku dan… Bingo! Gyro masih kejar-kejaran dengan bodyguard ketiga yang terus-menerus lari dan menyusup kesana-sini.

“Aku menang.” Pikirku girang. Ternyata perasaan ketakutan dan gelisah ini tidak mempengaruhi gerakanku.

Aku bergegas lari ke arah politikus gendut yang duduk ketakutan dan gemetaran. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang penuh penderitaan di kepalaku.

“Tolong aku, Argadhana...” Bisik perempuan itu. Itu suara yang sama dengan perempuan di dalam mimpiku! Dan ‘Argadhana’ ? Itu nama yang diteriakkan perempuan dalam mimpiku akhir-akhir ini.

Dadaku sakit.. Gerakanku terhenti dan aku jatuh! Aku tersungkur sambil memegang dadaku “Jangan berbicara dengan suara menderita seperti itu!! Jangan perdengarkan suara seperti itu padaku!!” Teriakku.

Sementara itu, tanpa kusadari potitikus itu segera berdiri dan meraih pistol dari salah satu mayat yang ada bodyguard didekatnya “Mati kaaauu!!”

Gyro berteriak “Rune!! Apa yang kau lakukan?!” Ia segera berlari kearahku ketika melihat aku tetap membatu ditempatku.

Dor...!!

Sakit.. Bahuku sakit..

Aku melihat Gyro sudah menikam politikus itu tepat dijantungnya dan pistol yang masih berasap terjatuh dari tangannya.. Tapi- Aah, aku tertembak, ya.. Aku kehilangan kesadaran...

- ***-

Aku melihat sekeliling.. Hutan.. Mimpi ini lagi?.. Tapi aneh.. Aku tidak lari dan sedang dikejar.. Dan dimana wanita itu? Aku melihat tanganku.. Kosong..

“Argadhana!!”

Aku mendengar suara wanita itu. Dan menoleh ke arah suara wanita itu. Kali ini aku bisa melihat wajah dan postur tubuhnya, sangat cantik!! Tubuhnya yang langsing dan gerakannya yang terlihat gemulai bahkan saat lari menunjang wajahnya yang cantik dengan bulu mata lentik diatas matanya yang indah, hidungnya yang mancung dan dibingkai dengan rambut hitam yang panjang dan lurus.. Walau dengan pakaian yang lusuhpun ia terlihat bagaikan seorang putri raja..

Aku merasakan ujung-ujung bibirku terangkat. Hum, kelihatannya Argadhana adalah namaku disini.

“Aku membawakan makan siangmu!” katanya mengangkat bungkusan daun pisang berbentuk persegi.

Aneh, kenapa aku tidak bisa mendengar perkataanku sendiri.. Dan.. Tubuhku bergerak dengan sendirinya.. Memeluk wanita itu..

Wanita itu mengaduh “Aduh..!!”

Lagi-lagi tidak terdengar. Rasanya aku seperti aktor film bisu. Wanita itu tersenyum dan wajah kami saling berdekatan. Wanita itu mencoba menolak tubuhku. Aku pun melepaskan pelukanku dan tertawa. Begitu pula wanita itu.

Tiba-tiba pemandangan berganti dengan pemandangan yang sama dengan yang sering muncul di dalam mimpiku.. Mimpi burukku..

“Ja...ngan mena...ngis, ____” Aku tetap tidak bisa mendengar namanya yang barusan aku sebutkan.

“Jangan tinggalkan aku sendiri !! Jangan pergi, Argadhana!!”

Mimpi ini belum terputus...

Aku terkejut.. Wanita itu mengeluarkan darah dari mulutnya.. Ia menatapku dengan mata yang penuh kasih.

“Aku... men... cin... tai...mu.” Tubuhnya jatuh di atas tubuhku.

Pandanganku mengabur.. Aku juga mencintaimu.. Wulan.. Kesadaranku hilang...

“Rey... Rey...!!!”

Hatiku sakit lagi.. Sakit ini tak bisa dibandingkan dengan yang sebelumnya.. Apakah ini kesakitanmu, Wulan? Apa kau menderita ditempatmu berada sekarang? Aku terus menutup mata mengabaikan panggilan namaku itu. Aku berkonsentrasi merasakannya dan.. Kesedihan yang hebat melanda hatiku yang saat ini terhubung dengan hatinya.. Hanya beberapa saat.. Lalu perasaan itu hilang.. Bukan hanya kesedihannya tetapi seluruh hati dan perasaannya.. Sepenuhnya terputus.. Aku mencapai satu kesimpulan.. Dia telah mengunci hatinya.

Dengan sedih aku membuka mata “Dia bangun, dok!”

Aku mendengar suara yang asing “Rey.. Kau mendengarku?”

“Ya” Jawabku lemah sambil mengerjap-ngerjapkan mata silau karena cahaya dari senter kecil yang diarahkan dokter itu ke mataku.

“Bisa kamu sebutkan identitasmu?”

Aku berusaha untuk tidak memikirkannya dulu, “Namaku Rey, umur 19 tahun..”

“Kamu tahu siapa dia?” Tanya si dokter menunjuk Gyro.

“Dia teman sekampusku, Gyro.”

“Bagus. Dia telah sadar sepenuhnya.” Lalu dokter itu keluar.

Gyro menatapku marah.

“Hello, Buddy.” kataku.

“’Halo’ Ndasmu!! Kamu tahu tidak.. Kamu sudah koma selama 3 hari karena lengah di tengah pekerjaan!!”

“3 hari?! Serius??!” Mataku membelalak.

“Seriburius!!”

“Lalu bagaimana dengan klien kita?”

“Aku yang menemuinya.. Tenang saja.. Bagianmu sudah kumasukkan ke rekening milikmu” Dia duduk di kursi dekat tempat tidurku “Aku menuntut penjelasan”

“Penjelasan apa?” Tanyaku polos.

“Kenapa kamu tiba-tiba lengah saat bekerja? Dan siapa Wulan?”

Jantungku serasa berhenti berdetak “Wulan?”

“Saat kamu mulai sadar, kamu menggumam..”

“Menggumam apa?!”

Dia menatapku serius “Kamu menggumamkan ‘Aku mencintaimu, Wulan’ begitu”

“Begitukah?” Aku tersenyum sedih.

Aku ingat semuanya. Di kehidupan sebelumnya, aku bernama Argadhana dan Wulan adalah pasanganku. Kami baru saja menikah sebulan sebelum kejadian itu terjadi. Seorang pengkhianat kerajaan bersembunyi di desa kami. Akibatnya, seluruh penduduk desa dicap sebagai pengkhianat. Kami berusaha lari melalui hutan di sebelah timur desa. Tapi kami terkepung dan terbunuh di tempat itu. “Dan sekarang dia sangat menderita sampai-sampai membuatnya mengunci hatinya rapat-rapat” Pikiranku menambahkan hal itu.

“Jangan melamun!! Jawab pertanyaanku!” Suara Gyro menyadarkanku dari kenanganku.

“Hah?”

“Kenapa kamu tiba-tiba lengah saat bekerja? Dan siapa Wulan?” Ujar Gyro mengulangi pertanyaannya.

“Bukan urusanmu”

“Aku rekan sekerjamu.. Aku harus tahu hal yang membebani pikiranmu karena itu menyangkut profesi dan nyawaku juga”

Kami saling bertatapan garang selama beberapa saat, “Aku lengah karena tiba-tiba saja dadaku sakit.. Dan Wulan adalah teman masa kecilku yang kucintai sebagai adik..”

Dia diam saja mendengar perkataanku. Aku tahu dia pasti sadar dengan kebohongan yang kuucapkan dengan mulut ini.

“Baiklah, aku percaya padamu” Dia menghela napas. Aku tahu dia hanya pasrah melihat wajah keras kepala yang sudah lama tidak kupakai. “Tapi lain kali jangan seperti itu lagi.. Kalau kamu sudah merasa ada yang aneh dengan tubuhmu, katakan! Jangan didiamkan!!”

“Ah...”

Ia melihat wajahku yang mendadak bimbang “Kenapa?”

“ Kita sudahi saja kerja sama kita”

Dia terkejut “Hah?”

“Aku sudah memutuskan untuk cuti dan keliling dunia”

“Apa??!!”

“Begitulah” Aku mengangkat bahu dengan cueknya.



AKU AKAN MENGHAPUS SEGALA PENDERITAANMU DAN MEMBUATMU BAHAGIA, WULAN.

G+

0 komentar:

Post a Comment