Five Nights At Freddy's (Episode 1)


Penulis: Scott Cawthon


"Hallo?"

"Ya—ya, hallo,"

Terdengar suara dari lubang hitam di gagang telepon. Suara itu sedikit parau dan gelisah.

"Ada apa? Kamu kenapa? Cerita sama Mamah!" tutur sang lawan bicara dengan nada jauh lebih wibawa, lembut namun tegas.

"Ehm…. Tidak ada apa-apa, Mah," sang anak yang masih dengan suara paraunya, sedikit berdehem, entah apa tujuannya. Tentu firasat seorang ibu jarang sekali salah, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari anak kesayangannya itu. Terlebih sebelumnya sang anak mengirimnya pesan.

"Bohong, kalau tidak ada apa-apa untuk apa kau mengirim pesan seperti itu? Uangmu habis lagi? Iya, 'kan?"

Sang anak menahan nafasnya sejenak lalu menghembuskannya secara kasar, naluri orang tua selalu tajam. Tapi bukan ini yang akan ia katakan sebenarnya. Ia memang mengirim pesan kepada ibunya, hanya ingin bicarakan sesuatu saja.

"Y-ya, maaf," suara sang anak kini penuh rasa bersalah dari jauh, tersampai melalui telepon.

"Sudah Mamah duga! Nanti Mamah kirim uang—"

"Tidak usah, Mah!" cegah sang anak terburu-buru. "Masih ada beberapa, kok! Untuk makan cukup. Yah, walau untuk kuliah tidak," nada lesunya membuat sang ibu ikut menghela nafas.

"Ya, kalau begitu tetap saja kirim—"

"Ya, untuk bayar kuliah saja! Tidak untuk jajan,"

"Kenapa?"

"Ehm…. 'kan sudah Jeremy bilang, sebenarnya Jeremy ingin kerja sambilan,"

.

.

.

Jeremy Fitzgerald, mahasiswa kuliah siang dan juga mahasiswa 'kupu-kupu' (Kuliah-pulang-kuliah-pulang). Sebenarnya ia berkecukupan, ia hanya memegang prinsip tidak mau merepotkan orang tuanya lebih jauh. Ia ingin merasakan bagaimana dunia kerja, dan kebetulan pihak kampus memperbolehkan dirinya untuk kerja sambilan.

Jeremy bukan Anak Mamih, ia benci julukan itu. Ia hanya terlalu mendapat kasih sayang yang berlebih dari sang ibu. Dengan sedikit berdebat dengan sang ibu, Jeremy akhirnya mendapat izin dari kedua orang tuanya, untuk kerja sambilan.

Pria itu berumur duapuluh tahunan, badan tidak terlalu kurus, wajah tidak bisa dibilang jelek, dan ia cukup tinggi. Banyak teman-temannya yang membantu mencarikan kerja sambilan, namun semuanya bergaji terlalu rendah.

Ia sempat frustasi, tidak menemukan nominal gaji yang cocok untuknya, untuk kehidupan sehari-harinya. Jeremy tak lupa—justru sangat rajin untuk melihat lowongan kerja pada koran maupun majalah.

DICARI

Mata Jeremy tertuju pada tulisan itu dan satu gambar yang menarik perhatiannya. Gambar itu menunjukan tiga makhluk yang mirip kelinci memegang gitar elektrik, lalu beruang dengan mic-nya, dan semacam bebek atau ayam yang membawa cup cake bermata dua menghiasi bagian krimnya, tak lupa ada lilin di atasnya.

"Hmm, robot?"

Gumam pria itu sambil mengamati gambar serinci mungkin. Lalu matanya beralih ke tulisan di sampingnya.

GRAND RE-OPENING!

TEMPAT PIZZA ANTIK YANG MEMBERI KEHIDUPAN BARU!

DATANG DAN JADILAH BAGIAN DARI WAJAH BARU FREDDY FAZBEAR'S PIZZA!

KENAPA TIDAK?

$100.50 SEMINGGU!

HUBUNGI : 1-888-FAZ-FAZBEAR

"Huh? Apa ini? Mereka membutuhkan apa? Dan bahasanya aneh sekali,"

Jeremy pun bertanya pada teman-teman kampusnya. Dan tidak ada satupun yang tahu maksud dari promosi itu. Banyak temannya yang mengira kalau itu hanya tipuan, atau itu hanya merekrut perempuan yang bersedia duduk di kasir dan menyapa tamu. Tapi, salah satu temannya memberi saran agar mengkontak pihak tersebut agar lebih jelas lagi. Dan Jeremy pun setuju, ia mengambil langkah untuk menelepon pihak restoran.

.

.

.

"Apa kau yakin? Yah, menurutku kau memang sedikit cocok untuk jadi penjaga. Tapi, kau belum ada pengalaman dan mereka menerimamu? Lagi pula gajinya juga tak seberapa! Kau bisa cari yang lain,"

Teman Jeremy mengutarakan opininya.

"Tidak juga, aku sendiri sedikit ragu. Setelah menanyakan apa yang mereka cari, dan ternyata mereka merekrut beberapa orang saja. Seperti penjaga malam, dan sisanya untuk berdiri di belakang kasir dan kompor. Hanya satu yang aku bisa, menjadi penjaga malam saja,"

"Resikonya aku mengorbankan jam tidur malamku. Tidak masalah sebenarnya, aku masih bisa tidur di siang hari sebelum kuliah dan pulang kuliah jam empat sore. Jam kerjaku dimulai tengah malam sampai jam enam pagi,"

Lanjut Jeremy sambil mengemas perbekalannya; kopi, kopi, kopi lagi dan makanan ringan.

"Dan kau tidak di wawancara atau diuji, bukan? Itu yang membuatku aneh dan kurang yakin," temannya belum berhenti mengkhawatirkan Jeremy.

"Mereka baru buka, maksudku buka kembali. Tidak terlalu heran kalau mereka butuh pegawai secepatnya! Tenang sajalah, kawan!" Jeremy tersenyum sumringah sambil menepuk bahu lawan bicaranya itu.

"Ya, sudahlah. Hati-hati! Jika ada apa-apa cerita padaku!"

.

.

.

Jeremy baru saja memasuki pintu belakang khusus karyawan, dan disambut oleh Manajer dengan senyuman ramah menghiasi wajahnya.

"Selamat datang! Hari pertama kerja, tentu aku harus membawamu keliling tempat ini,"

Ucapnya tanpa basa-basi, dan memberikan name tag pada Jeremy. Name tag itu bertuliskan SECURITY GUARD. Tentunya Jeremy sudah memakai seragam yang diberi oleh pihak restoran sebelumnya.

"Besok-besok datang satu jam sebelum shift-mu dimulai," ucap Manajer sembari tangannya memerintahkan Jeremy agar mengikutinya ke mana ia pergi. "Siap, Manajer!"

Jeremy diajak berkeliling dan ia tentu dilihat beberapa pekerja lainnya. "Anak baru? Selamat datang, nak! Penjaga malam, kah?" sapa pria paruh baya yang memakai apron berlambang beruang mascot restoran ini. Jeremy menebak diam-diam, lawan bicaranya bekerja sebagai waiter.

"Iya, namaku Jeremy! Salam kenal," balasnya sambil tersenyum. "Hmmm, berhati-hatilah!" lawan bicaranya tersenyum sesaat lalu pergi ke ruangan khusus karyawan. "Huh?" Jeremy bingung apa maksudnya dari pria tadi. Manajer memanggil Jeremy yang tertinggal di belakang sana untuk mengajak Jeremy kembali berkeliling.

"Kau akan menjadi penjaga, kau harus tahu di mana letak kamera itu berada dan menangkap sisi mana saja,"

Jeremy awalnya dibawa ketempat di mana ia akan berjaga. "Ini ruanganmu saat malam, kau hanya bisa melihat satu persatu ruangan melewati kamera ke layar untuk kau pantau, kameranya di lengkapi perekam suara juga, jadi kau bisa mendengar pergerakan di dalam ruangan. Tekan tombol-tombol ini untuk melihat setiap ruangan. Dan kau hanya dibekali senter,"

Mata Jeremy tak mau diam, melihat setiap inci tempat ia akan duduk semalaman. Ruangannya tidak begitu berantakan, tidak terlalu rapih juga. Hanya beberapa televisi kecil menghiasi ruangan, kipas angin cukup besar bertengger di atas meja dan ditemani beberapa kertas.

Dan televisi khusus untuk memantau tiap ruangan ada di sebelah mejanya lagi, layar televisi itu cukup besar dan cembung tak lupa dihiasi tombol-tombol untuk memindahkan 'chanel'. "Baik!" Jeremy meyakinkan dengan mantap.

Mereka berdua lalu berjalan kembali ke lorong, setiap lorong maupun ruangan pasti dihiasi poster ataupun kertas gambar hasil anak-anak. Kertas warna-warni yang menjuntai, bentuknya ada yang seperti kabel—atau memang kabel? Jeremy tidak terlalu memikirkannya.

Jeremy memasuki ruang pesta pertama bersama Manajernya, dan ada pegawai lainnya yang sudah selesai membersihkan sisa pesta dan menempelkan kertas panjang berbentuk orang bergandengan di atas sana, mendekati langit-langit ruangan.

"Ini ruangan pesta pertama,"

Dua meja panjang yang sudah bersih, dihiasi topi pesta untuk anak kecil yang terjejer sangat amat rapih. Di dinding tak lupa ada poster tiga robot yang terpisah masing-masing.

Manajer melangkah menyebrangi lorong. "Ini ruang pesta ke dua, seperti yang kau lihat, ruangan ini paling sering digunakan untuk pesta ulang tahun. Hati-hati langkahmu! Mereka habis membersihkan lantainya,"

Jeremy melihat tanda warning dekat dengan meja panjang. "Woah, megah juga," gumam Jeremy masih melihat sekeliling, bisa dibilang ruangan ini sedikit lebih besar dan tentu rapih. Topi pesta berbaris, banner yang menggantung dan bertuliskan 'LET'S PARTY!' menghiasi ruangan ini.

"Ini ruangan pesta ke tiga, tepat di sebelah ruangan pesta pertama," tuturnya sembari memperlihatkan salah satu ruang pesta yang sudah rapih dan siap pakai besok. Ruang pesta ke tiga tidak semeriah ruangan sebelumnya, hanya satu meja panjang, di ujungnya ada beberapa kotak hadiah dan balon berisi gas Hydrogen itu. Mata Jeremy tertuju pada poster yang menempel pada dinding yang sedikit lusuh. Poster itu menampakkan tiga makhluk yang sepertinya sangat terkenal di sini.

"Ehm, Pak, ke tiga robot itu maskot di sini?" Jeremy memberanikan diri. "Robot? Ah, maksudmu Animatronic itu? Tentu! Yang beruang adalah maskot utama, Freddy namanya. Akan kuperkenalkan kepada mereka semua nanti,"

Jeremy mengangguk cepat lalu mengikuti atasannya lagi menuju ruang selanjutnya. Ruangan pesta ke empat tidak terlalu meriah. Hanya satu meja panjang yang di atasnya dihias beberapa kotak hadiah dan balon berisi Hydrogen. Di dinding terdapat kertas kreasi yang membentuk tiga makhluk. Jeremy tidak terlalu jelas melihatnya, karena ia langsung mengikuti Manajernya melihat ruangan lain.

"Ruangan selanjutnya, akan kuperkenalkan mereka,"

Pegawai baru itu dengan semangat mengikuti ke mana Manajernya melangkah. "Di sini sangat berantakan dan bau, karena. Yah, karena di sini tempat Animatronic yang sedang dalam perbaikan atau benar-benar rusak,"

Jeremy bergidik, ruangan itu sedikit temaram dan lantai yang menghiasi seluruh restoran ini seperti papan catur. Terlebih ruangan ini memang bau anyir besi berkarat dan berantakan. Matanya tertuju pada Animatronic terbengkalai nan rusak.

"Ini Mangle, dia sebenarnya di desain untuk Foxy versi lebih ramah, atau versi perempuannya. Tapi, dia sangat malang nasibnya. Anak-anak justru merusaknya sampai-sampai ia tidak bisa digunakan lagi,"

Jeremy semakin bergidik melihat mesin tergeletak bernama Mangle itu hanya mata sebelahnya saja yang ada, dan kepalanya saja yang utuh berbentuk seperti rubah, rangka badannya berserakan tak karuan. Di bahunya tampak menempel entah apa itu. "Ehm, itu apanya, Pak?" Jeremy berani menunjuk benda yang membuatnya penasaran.

"Ah, itu sebenarnya burung beo, dia berperan sebagai bajak laut di sini, seperti Foxy," Manajer menggeser tubuhnya menghadap Foxy. Seperti namanya, dia berbentuk rubah. Jauh berbeda dengan Mangle yang berwarna putih-merah muda. Foxy berwarna merah/crimson dan memakai penutup mata pada mata kanannya.

Kesan bajak laut sangat lengkap pada diri Foxy, tangan kanannya bukan tangan robot, melainkan hook yang biasa bajak laut pakai. Celana coklat lusuh dan robek membungkus kakinya, ada robek pada bagian dada dan lengan-lengannya memperlihatkan bagian dalam Foxy. Berupa kerangka besi, tidak beda jauh dengan Mangle yang badannya memang rangka robot yang abstrak. Beruntung Foxy masih utuh walau ia tidak dapat digunakan.

"Lalu ini Chica. Dia anak ayam yang manis sebenarnya. Dia rusak, seperti yang kau lihat,"

Bukan bergidik lagi sekarang, Jeremy benar-benar merasa bulu kuduknya berdiri dan bergetar. Robot kuning itu tergeletak terlentang tak berdaya dengan mulut terbuka memperlihatkan Endoskeleton, dadanya dihiasi apron kecil bertuliskan 'LET'S EAT!'. Kedua ujung tangannya putus dan hanya memperlihatkan kabel-kabel yang menjulur. Jeremy melihat gigi-gigi Chica.

"Ayam punya gigi, huh?"

"Ahahah! Tidak ada salahnya, toh mereka hanya alat penghibur anak-anak," tanggap Manajer santai.

"Ini Bonnie. Aku sendiri takut melihatnya," Manajer menutup mulutnya rapat dan melirik kearah lain.

"Hiiiy!" reaksi Jeremy setelah menengok makhluk ungu kebiruan yang tampak seperti kelinci.

Wajahnya tidak ada. Hanya rahang bawah beserta giginya yang utuh. Bagian dalam wajahnya hanya ada kabel, rangka wajahnya tidak kelihatan karena sedikit gelap. Bonnie yang cukup tinggi itu memiliki badan yang berisi cenderung gemuk. Jeremy segera melangkah menjauh mengikuti Manajernya.

"Dan ini maskot utama, Freddy,"

Animatronic yang berbentuk seperti beruang gemuk, matanya yang tertutup separuh memberi kesan ia sedang mengantuk. Topi hitam menghiasi kepala coklatnya, berdiri tegap di antara kuping bulatnya. Hanya beberapa lecet dan robek pada badannya. "Dia masih bagus," gumam Jeremy.

"Ya, tapi sayangnya mereka semua terpaksa kami simpan dan digantikan dengan yang baru, mereka ada di panggung," manager menunjukan jalan kearah panggung.

"Pantas saja! Ahahah! Aku melihat para Animatronic sebelumnya di ruangan tadi merasa aneh, mereka berbeda jauh dengan yang ada di poster!" Jeremy menepuk kepalanya sendiri.

"Anak kecil tidak akan ada yang mau kemari kalau kami pasang mereka di sini. Dan nama mereka masih sama dengan yang dulu, hanya ditambah Toy di depannya," celetuk Manajer.

Jeremy mendekat ke panggung, melihat tiga Animatronic yang masih bagus, mulus dan lebih friendly look ketimbang yang sebelumnya. "Selanjutnya kita ke Prize Corner. Di sini anak-anak suka sekali datang. Membeli boneka, bermain dengan Marionette,"

"Marionette?" ulang Jeremy. "Ya, dia ada di dalam kotak itu, kotak besar merah-putih itu,"

Manajer membuka kotak hadiah itu dan memperlihatkan boneka atau robot yang cukup aneh bentuknya. Mukanya terlihat aneh, senyum joker namun di bawah matanya seperti ada garis seperti jalur air mata jika menangis. Pipinya terdapat bulatan merah, dan badannya sangat panjang lalu hitam.

Jeremy bergidik sekali lagi, merasa tidak enak. "Yah, terkadang anak-anak menangis melihatnya karena ketakutan, mereka bilang dia seperti Slender Man," Manajer terkekeh lalu menaruh Marionette itu kembali dalam kotaknya.

"Bukankah itu kotak musik?" Jeremy menunjuk ujung meja yang memajang beberapa boneka asli dan empuk.

"Ya, kotak musik antik itu termasuk kesukaan anak-anak, mereka suka mendengarnya,"

"Hooo, begitu," Jeremy manggut-manggut.

"Selanjutnya ke Game Area. Tempat paling anak-anak sukai, mereka yang memenangkan game di sini akan mendapat hadiah dari Prize Corner. Di sini ada BB, dia termasuk robot,"

"BB?" Jeremy mengkerutkan alisnya, hampir menyatu. "Balloon Boy," jelas atasannya singkat. "Lalu di sana ada Kid's Cove, sebenarnya tempat untuk Foxy dan Mangle menghibur anak-anak," pria paruh baya itu menunjuk ruangan dekat Game Area ini.

Jeremy ber-hooh ria, lalu mereka kembali ke ruangan di mana Jeremy akan bekerja. "Shift-mu akan dimulai sekitar dua jam lagi, aku tinggalkan kau di sini tidak apa, 'kan? Kau akan baik-baik saja, dan maaf aku akan mematikan semua lampu kecuali ruanganmu. Kamera pengintai disertai lampu, kok! Jadi kau masih bisa melihat dan mengamati mereka. Dan maaf sekali lagi, telepon kami sedang dalam perbaikan,"

"Ehhmm…. tidak apa," Jeremy tersenyum sedikit berbau pasrah. Manajer menepuk bahu pegawai barunya, dan pamit.

.

.

.

"Sial! Padahal saat lampu masih menyala semua, tempat ini tidak terlalu seram! Tapi sekarang malah bikin tegang seperti ini,"

Jeremy menyedot kopinya dari gelas plastik dan menaruhnya kembali di dekat kipas angin. Hembusan kipas angin tak sanggup meredam keringat Jeremy. Jam dua belas, setidaknya itu yang ditunjukan jam dinding di dekatnya.

KRIIIING

Jeremy hampir jatuh dari kursinya, ia terkejut mendengar telepon berdering dekat mejanya. "Bukannya sedang rusak, ya?" alisnya kembali berkerut dan sedikit lagi menyatu.

KRIIIIING

KRIIIIING

Jeremy baru sadar itu adalah pesan masuk, buru-buru ia memenekan tombol jawab. (Disini author juga bingung, memangnya udah ada ya telepon merekam dan mengirim pesan di tahun 1987? Klo udah ada syukurlah #plak)

"Uh, hallo? Halo, hallo? Uh, hallo dan selamat datang di pekerjaan barumu di musim panas ini di tempat yang lebih baik, Freddy Fazbear's Pizza. Uh, aku di sini ingin berbicara denganmu mengenai beberapa hal yang bisa kau harapkan selama minggu pertama di sini dan untuk membantumu memulai karir baru dan menarik ini,"

Jeremy menelan ludahnya sendiri, dan mendengarkan dengan seksama.

"Uh, sekarang, aku ingin kau melupakan apa pun yang mungkin pernah kau dengar tentang lokasi lama restoran ini, kau tahu. Eh, beberapa orang masih memiliki kesan agak negatif terhadap perusahaan ini. Uh... Bahwa restoran lama dibiarkan 'membusuk' selama beberapa waktu, tapi saya ingin meyakinkan padamu, Fazbear Entertainment berkomitmen untuk menyenangkan keluarga di atas semua, termasuk keamanan,"

Seketika itu Jeremy membeku, seakan terkena serangan jantung skala kecil. Ia ingat apa yang dikatakan temannya, dulu restoran ini pernah terjadi insiden yang membuat tempat ini tutup. Dan sekarang kembali dibuka, walau lokasi yang berbeda tentunya.

"Mereka telah menghabiskan beberapa uang untuk Animatronic baru, uh, perubahan wajah, mobilitas canggih, para pegawai bahkan membiarkan mereka berjalan-jalan di siang hari. Bukankah itu apik?" terdengar orang itu berdehem sebentar.

"Tapi yang paling penting, mereka semua terikat ke dalam beberapa jenis kriminal, sehingga mereka dapat mendeteksi predator mil jauhnya. Kita harus membayar mereka untuk menjagamu.Uh, seperti yang sudah dikatakan, tidak ada sistem baru tanpanya... Uh... Kau penjaga kedua yang bekerja di lokasi tersebut. Uh, orang pertama menyelesaikan pekerjaannya, tapi mengeluh tentang... kondisi. Uh, jadi kita mengganti dia ke shift siang hari, jadi Hei, kau beruntung, 'kan?"

Alis Jeremy berkedut, dan semakin menukik. Ia masih belum menangkap maksud dari rekaman entah siapa itu.

"Uh, terutama ia khawatir bahwa Animatronic tertentu tampaknya bergerak di malam hari, dan bahkan mencoba untuk masuk ke kantornya."

Jeremy semakin bergidik, tidak hanya bulu pada tengkuknya yang berdiri dan menari, hampir seluruh bulu tipis di tubuhnya.

"Sekarang, dari apa yang kita ketahui, bahwa seharusnya tidak mungkin. Uh, restoran ini yang seharusnya menjadi tempat paling aman di bumi. Jadi sementara para teknisi kami tidak memiliki penjelasan untuk hal ini, bahwa teori kerjanya... tepatnya robot tidak pernah diberi 'modus malam'. Jadi ketika robot itu merasa sekelilingnya tenang, mereka pikir mereka ada di ruangan yang salah, sehingga kemudian mereka pergi mencoba untuk menemukan di mana orang berada, dan dalam hal itu kantormu."

"APAAA—Jadi mereka—" Jeremy memekik lalu menutup mulutnya.

"Jadi solusi sementara kami adalah; ada kotak musik di Prize Corner, dan sudah di setting agar bisa dimainkan dari tempatmu berada. Jadi hanya sekali-sekali memutarkannya, beralih ke tayangan Prize Corner. Dan jangan lupa memutarkannya lagi selama beberapa detik. Walaupun begitu, tampaknya tidak mempengaruhi semua Animatronic, hanya mempengaruhi... salah satu dari mereka."

Pria yang terekam suaranya itu berdehem kembali.

"Uh, dan untuk sisanya, kami memiliki solusi lebih mudah. Soalnya, mungkin ada kesalahan kecil dalam sistem, 'sesuatu' tentang robot melihatmu sebagai Endoskeleton tanpa kostum, dan ingin menjejalkanmu kedalamnya, jadi hei, kami telah memberikanmu sebuah kepala Freddy Fazbear kosong, masalah terpecahkan! Kau bisa menempatkannya kapan saja, dan biarkan selama yang kau inginkan. Nantinya apa yang berjalan menemuimu, akan berjalan kembali ketempat semula."

"Menjejalkan, apa?" ingin sekali Jeremy memutar ulang namun tak bisa.

"Uh, hal lain yang yang layak disebutkan adalah bangunan yang di desain modern. Kau mungkin telah menyadari tidak ada pintu bagimu untuk menutup ruangan, heh. Tapi, hei, kau memiliki senter! Dan meskipun sentermu bisa kehabisan daya, bangunan tidak bisa. Jadi, jangan khawatir tentang tempat gelap. Yah, saya pikir itu saja. Uh, kau harus berhati-hati. Uh, periksa lampu, pakai topeng kepala Freddy jika perlu, uh, menjaga kotak musik agar selalu diputar, sepotong kue. Selamat malam, dan saya akan berbicara denganmu besok."

Jeremy sekali lagi, sekali lagi dia bingung. Namun setidaknya ia tahu apa maksud pesan tadi. Jeremy pun mengambil topeng Freddy yang ada di atas lemari kantornya.

"Jadi mereka tetap bisa berjalan di malam hari? Kenapa para teknisi itu tidak memperbaiki dan me-reset ulang saja mereka?" nafas Jeremy memburu, gugup dan tidak beraturan. Jeremy sadar bahwa pria yang berpesan tadi juga sedikit gugup. Dan menambah kegugupan Jeremy sendiri jika diingat nada yang dia katakan.

"Uh, okay! Kita periksa mereka,"

.

.

.

Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Kopi Jeremy habis, dan dia tidak ada waktu untuk membuatnya lagi. Dia terlalu sibuk menekan tombol untuk memutarkan kotak musik di Prize Corner setiap lima belas detik sekali. Ya, lima belas detik sekali termasuk memantau area Prize Corner.

Jeremy masih sempat untuk melihat-lihat bagian panggung maupun Parts and Service Room, alias ruangan yang di tempati Animatronic lawas yang tidak berfungsi. Tidak lupa ia melihat sesekali Kid's Cove dan Game Area.

"AP—" pekik Jeremy seketika saat menekan tombol untuk melihat Parts and Service Room. Kamera pengintai sedang menyorot salah satu sudut ruangan itu, seharusnya sudut itu berdirilah Bonnie. Sesungguhnya Jeremy tidak ingin melihatnya, tapi kini ia melihat Bonnie sedang duduk. Padahal saat dia ke sana bersama Manajer, Bonnie sedang berdiri.

Tidak hanya Bonnie, di dekatnya ada Chica yang tergeletak. Seingat Jeremy, Chica tidak di situ tadinya. "Ini pasti mimpi," Jeremy mencubit pipinya dan mengeluh sakit.

"Oke, bukan,"

"Mereka benar-benar bergerak,"

Jeremy kembali memutar kotak musik lewat tombol dekat layar televisi. Dan tak bosannya Jeremy melihat keadaan satu persatu ruangan di restoran itu.

"BB masih di sana, mereka masih di sana, dan tidak ada apa-apa. Aku akan baik-baik saja,"

Jeremy menguatkan dirinya sendiri, tak lupa ia menekan saklar lampu ventilasi kiri-kanannya dan menyorot lampu ke arah lorong di depannya.

"Tidak ada apa-apa,"

Walau dia bilang seperti itu, Jeremy tetap was-was dan sekujur tubuhnya mengeluarkan keringat, wajahnya gugup-tegang, dan sering menelan ludah. Ya, keadaan dia bisa dibilang sangat ketakutan pada malam pertamanya ini, di tempat kerjanya.

Satu jam berlalu, pukul empat pagi ini terasa dingin seharusnya. Apa lagi kipas di atas meja itu masih berputar stabil seperti biasa. Tapi tak mampu meredakan keringat Jeremy yang bermunculan sebesar biji mentimun.

"Uh, aku harap jam enam pagi cepat datang," suaranya tercekat, masih sibuk memeriksa sekelilingnya dan terus memutar kotak musik itu. Jeremy sangat waspada dan menuruti saran orang-entah-siapa-itu.

"Kurasa dia pekerja sebelumku, aku harus berterima kasih padanya," Ujar Jeremy pelan.

Ia lalu memeriksa Parts and Service Room sekali lagi, lewat kamera pengintainya. Sayangnya lampu kamera itu hanya berkedip beberapa kali sekali sehingga terkadang menyita waktu Jeremy untuk memastikan ruangan yang akan ia lihat.

"Hhh, seharusnya lampunya terus menyala setiap aku ingin melihat keadaan," protesnya lalu nafasnya tertahan. "D-di mana Bonnie!?" pekiknya panik.

Jeremy langsung menyinari lorong di depannya, kosong. Lalu menekan tombol lampu yang menyinari ventilasi bagian kiri maupun kanan.

Kosong.

Jeremy belum bisa bernafas lega, ia memutar lagi musik di Prize Corner, dan ia melihat ruangan terdekat maupun Parts and Service Room lagi.

Makhluk berwarna Lavender itu ada, duduk, dengan kepala tertunduk, dengan wajah yang masih mengerikan itu.

"Sial, membuat panik saja!"

Malam pertama yang tidak begitu menyenangkan dan juga menenangkan. Betapa sibuknya Jeremy memeriksa ruangan lewat kamera pengintai, lalu mengecek sekitarnya, dan tidak lupa untuk memutar lagu Lullaby di Prize Corner.

Jeremy lambat laun menyadari sesuatu. Ia pernah mendengar dentingan musik ini, namun ia tidak begitu ingat persisnya. My Grandfather's Clock. Hanya itu yang Jeremy ingat, judul lagu yang dimainkan kotak musik itu.

Kepala Jeremy terasa berat dan sakit. "Uhh—"

Diliriknya jam, sudah menunjukan sekitar jam lima pagi. "Sebentar lagi, saja," Jeremy menggeleng-gelengkan kepalanya secara kasar.

Tak bosan-bosannya ia memutar lagu itu lewat tombol yang tersedia di kantornya.

IT'S ME

Sekelebat, Jeremy mendapat bayangan wajah Freddy tanpa mata Endoskeleton-nya. Dan tulisan 'IT'S ME' berada di pikirannya. "Huh?" Jeremy berkedip. "It's me? Apa maksudnya?" dia tidak menemukan jawaban pasti, siapa yang mau menjawab tentunya? Para Animatronic? Jeremy akan terkena serangan jantung jika itu terjadi.

"Uh, akan kulaporkan keluhan dan protesku ini nanti," Jeremy mencoba berdiri dari kursinya yang tidak terlalu nyaman.

"Eh?"

Dia tidak bisa mengangkat tubuhnya, kakinya tidak bisa ia gerakan. Tangannya mencengkram sandaran kursi maupun meja untuk membantu tubuhnya terangkat tapi percuma. Ia seperti terikat di atas kursi itu.

"Apa-apaan ini!?"

Jeremy panik, lagi. Seketika ia mendengar suara gaduh di depannya. Jeremy sigap mengambil senternya dan menyorot lorong di depannya.

Gelap, kosong, tidak ada apa-apa. Ia menekan tombol lampu ventilasi sampingnya, juga tidak ada apa-apa.

Jeremy yakin sekali mendengar sesuatu. Ia menyorot lagi kearah lorong, tepat di depannya.

Tidak ada apa-apa. Jeremy mematikan senternya, dan menatap layar televisinya dan menekan tombol khusus untuk memutarkan musik itu lagi, entah yang keberapa kalinya.

Mata Jeremy menangkap sesuatu, di depan mejanya. Wujud kuning dengan mata gelap seperti kosong. Satu telinganya hilang entah kenapa dan mengapa. Terduduk lesu seperti tidak ada semangat hidup. Tangan kanannya memegang mic, dan kepalanya dihiasi topi hitam.

"Asta—" buru-buru Jeremy memakai topeng Freddy.

Nafasnya berat dan jantung berdetak cepat. Dari mana ia datang? Sejak kapan ia ada di situ? Jeremy tidak tahu. Nafas Jeremy masih memburu. Ia tidak salah lagi melihat Animatronic seperti Freddy namun berwarna kuning keemasan.

Tapi Jeremy yakin itu bukanlah Freddy, tidak ada isinya di dalam Animatronic itu. Tidak ada Endoskeleton dari matanya yang gelap gulita tersebut.

Sedetik kemudian Jeremy tersentak. Makhluk itu menghilang dari hadapannya.

"Eh!?"

Denting jam menggema seisi ruangan. Sepasang jarum jam merentangkan, saling berjauhan ujung dengan ujungnya. Tepat menunjukan jam enam pagi.

"Apa…. Itu tadi?" Jeremy merasa pundaknya lepas, badannya lemas tidak berdaya setelah melepas topeng Freddy itu. Malam pertama ia lewatkan dengan kejutan, melihat bayangan Golden Freddy.

G+

9 komentar:

  1. Jeremy sangat sibuk dimalam pertama tugasnya barunya
    Ah pekerjaan aneh!

    ReplyDelete
  2. Tugas yang sangat mendebarkan dan penuh tantangan, namun Jeremy tetap tenang meski rasa takut ada dalam hati.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sendiri tidak bisa mendeskripsikan. Apakah Jerremy Nekat atau Bodoh, hehehe...

      Delete
  3. Cerita ini ngambil dari mana aja sih? Itu artinya cerita di sini terjemahan ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cerita ini saya terjemahkan dari fanfiction. TIDAK semua cerita disini adalah hasil translate. Biasanya tulisan Original tidak saya beri nama penulisnya dan Saya gunakan nama 'Anonymous'

      Delete
  4. Satu episode ceritanya panjang lebar juga ya... 😨

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, ini karena disadur dari game mas. Gamenya sendiri bergenre horror

      Delete
  5. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    ReplyDelete