
Sepertinya belum lama ketika Sarah juga berlarian di halaman rumahnya mengejar kupu–kupu atau menikmati guguran daun kering di musim gugur seperti sekarang ini. Waktu itu ia begitu bahagia, seperti mereka anak–anak berseragam sekolah, Ibunya selalu memanggang roti dan menyediakan segelas susu kesukaannya, mencium pipinya dengan lembut, dan menyisir rambutnya yang legam panjang.
“Permisi.” Suara kurir di depan pagar membuyarkan lamunannya. Sarah menghapus air matanya dengan tergesa–gesa, merasa malu kalau kurir itu sampai melihatnya menangis. Dengan berpegangan kuat pada lengan kursi, Sarah berusaha bangkit dari duduknya, menata kakinya dengan sangat hati–hati agar tidak terjatuh saat mengenakan sandal yang sempat dilepasnya ketika duduk tadi.
“Ada surat untuk anda nyonya juga rangkaian bunga ini.”
“Terima kasih.” Sarah tersenyum dan menerima hadiah yang datang setiap ulang tahunnya itu, hadiah berupa rangkaian mawar merah dan merah muda kesukaannya.
Sarah melangkah masuk ke dalam rumah setelah kurir itu pergi, mencium aroma mawar yang wangi dan menatanya ke dalam vas yang telah diisi air. Dengan hati-hati Sarah membuka surat dengan amplop yang juga berwarna merah muda dengan pita putih di tengahnya dan mengeluarkan kartu beraroma lavender, tampaknya si pengirim menyemprotkan parfum lavender yang dulu selalu dipakainya ketika ia masih muda. Di dalam kartu itu ada barisan huruf–huruf yang ditulis dengan sangat indah, dan Sarah tahu itu adalah tulisan Louis, suaminya.
“Selamat ulang tahun Istriku Sarah, sampai kapan pun kau adalah mawar terindah yang pernah aku miliki, selamat ulang tahun ke-80 untukmu sayangku.” Louis.
Sarah mendekap kartu itu erat di dalam dadanya, air mata tidak bisa ia bendung lagi. Hening. Sarah kembali mencium mawar–mawar itu dan meletakkan kartunya di dalam loker lemari. Kartu–kartu itu disimpannya dengan sangat rapi. Kira–kira berjumlah delapan buah dan semuanya adalah pemberian Louis selama delapan tahun melalui seorang kurir. Sarah kembali duduk di meja bundar, menuang secangkir teh untuk menemaninya merajut sweter sembari menunggu senja yang mulai meredup. Ia menyiapkan switter berjaga-jaga kalau musim dingin datang.
Pemanas ruangannya sudah lama rusak, biasanya Louislah yang selalu memperbaikinya. Sekarang Sarah hanya menggunakan kayu bakar pemberian Imelda tetangga baiknya yang ia letakkan di perapian untuk menghangatkan ruangan ketika malam hari. Ketika ia sedang asyik merajut, Imelda masuk ke dalam rumahnya membawa tart kecil dengan lilin menyala di sekelilingnya sambil bersenandung menyanyikan lagu ulang tahun. Sarah tersenyum dan menerima pelukan hangat Imelda.
“Selamat ulang tahun sayang”
“Terima kasih sahabatku.” Sarah meniup lilinnya, dan sejenak mengamati serentetan bunga mawar merah yang menghias kue ulang tahunnya sebelum memotongnya sedikit dan menikmati kelembutan tartnya itu.
“Apakah Louis sudah mengirim bunga untukmu?” Sarah menggangguk dan melirik rangkaian bunga yang tadi sudah disusunnya ulang di atas vas dan Imelda mengikuti pandangan matanya.
“Dia sangat mencintaimu Sarah, kau sangat beruntung.”
“Kau benar Imelda, Louis adalah suami terbaik untukku.”
Imelda menggenggam tangan Sarah yang gemetar. “Louis memintaku untuk menggenggam tanganmu dan ia berpesan sampai kapan pun ia akan tetap mencintaimu Sarah, sampai kapan pun.” Sarah tersenyum dengan bibirnya yang tipis dan berkerut sambil menepuk perlahan punggung tangan Imelda. “Terima kasih sayang, karena kau mengingat pesan Louis untukku. Kau tahu hari ini aku sangat bahagia.”
“Ceritakan padaku tentangnya,” Imelda menata duduknya lebih nyaman dan Sarah membuang pandangannya ke luar jendela tempat daun–daun kering itu jatuh dari pohonnya. Dan ia mulai bercerita. “Setiap musim gugur seperti sekarang Louis akan sibuk menyingkirkan daun–daun kering itu ke tempat pembuangan sampah karena ia tahu aku menyukai pelataran yang bersih dan angin senja yang nakal itu selalu merontokkan daun–daunnya kembali.”
“Louis akan menjerang air panas setiap musim dingin tiba agar aku bisa mandi tanpa rasa dingin, setelah itu kami duduk di sini, menikmati teh dan aku merajut sweter baru untuknya. Louis kerap terserang flu di musim dingin, karena itu aku selalu membuat sweter untuknya dan ia sangat suka memakainya. Kau tahu Imelda di luar sana banyak penjual pakaian hangat, tapi Louis hanya mau memakai sweter yang aku buat. Karena ia percaya setiap benang yang aku rajut melewati jari–jariku ini adalah cinta untuknya.” Sarah tersenyum, meneguk tehnya dan kembali bercerita.
“Louis seorang pekerja keras, pagi–pagi dia sudah mengerjakan kebun kami, memanen hasilnya dan menjualnya ke kota. Kami hidup sederhana tapi kami sangat bahagia dan anak–anak dulu sangat senang dengan buah–buahan hasil kebun. Sekarang mereka sibuk dengan keluarga barunya.”
“Apa kau tidak memanggil mereka pulang Sarah, setidaknya ini hari ulang tahunmu.”
Sarah menggeleng, “Mereka sudah menelepon tadi pagi. Aku sudah bahagia hanya dengan mendengar suaranya.”
Sarah kembali tersenyum mengenang masa–masa itu, ketika Louis selalu membawa buket mawar kesukaannya lalu mereka akan berkeliling dengan mobil tuanya menuju kota membeli pakaian baru untuk Sarah dan bahan–bahan makanan yang tidak tumbuh di kebunnya, Sarah akan memasak, menyiapkan pesta kecil untuk keluarganya dan Louis akan berdoa untuknya memohon agar wanita di sisinya selalu menjadi wanita yang pertama dan terakhir di dalam hidupnya sampai akhir hayatnya nanti.
“Aku sangat mencintaimu Sarah.” Louis mengecup keningnya, malam itu salju turun lebih awal, butiran–butiran halusnya menerpa kaca jendela yang dibiarkan sedikit terbuka membawa hawa dingin yang membuat Sarah sedikit menggigil, Louis mengambil selimut tebal dan melingkarkannya di tubuh istrinya, memeluknya sambil berbisik mengucapkan selamat ulang tahun untuk kesekian kalinya seolah Louis tidak ingin malam itu segera berakhir.
Sarah memejamkan mata, air bening mengalir di pipinya yang keriput dan pucat, “Imelda, katakan padaku mengapa kurir itu selalu datang mengantar buket mawar dari Louis?”
Imelda membelai rambut Sarah yang memutih, “Louis sudah membayar sebanyak sepuluh kali untuk setiap buket yang dikirim kepadamu, ia juga menulis sepuluh kartu untuk ucapan di hari ulang tahunmu. Dia meminta agar kurir itu mengantarkan buket mawar dan kartunya setiap tahun di hari ulang tahunmu Sarah dan dia memintaku untuk menjagamu setelah kepergiannya.”
Sarah tetap menutup matanya, bibirnya tersenyum, dan Imelda menaikkan selimut hingga ke leher wanita tua itu, mengecup keningnya lalu menutup pintu.
“Selamat tidur Sarah.”
Cerpen Karangan: Hanadewi
Facebook: Sprei Hanadewi
0 komentar:
Post a Comment