Mengenal Atheisme dan Agnoitisme

Q: Bolehkah Menjadi "Atheis" di Indonesia?
A: Boleh" aja , itu adalah suatu paham , setiap orang punya kebesan ber "Ideologi" . Tapi setiap pilihan itu ada konsekuensinya loh.

Q: Tapi kalo nyebarin paham "Atheis" boleh gak ?
A: Wahh jangan deh ! Kenapa ? Check this out : 


1. Menurut buku “Ensiklopedi Umum” yang ditulis mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Abdul Gafar Pringgodigdo (hlm. 102), Ateisme atau biasa disebut juga Atheisme berasal dari bahasa Yunani.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa A berarti tidak ada, dan theos berarti Tuhan. Ateisme ini diartikan sebagai ajaran yang meyakini bahwa tidak ada wujud gaib (supernatural). Sehingga, seorang ateis tidak mengakui adanya Tuhan.
Di Indonesia, Pancasila sebagai landasan ideologis negara pada sila pertama telah menentukan bahwa Negara Indonesia adalah berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya, dalam butir pertama sila pertama Pancasila dinyatakan: Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, memang secara ideologi, setiap warga negara Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan YME dan memeluk suatu agama.
Namun, pada praktiknya memang ditemui adanya warga negara Indonesia yang tidak mempercayai atau memeluk suatu agama tertentu (ateis). Dan memang belum ada satu peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang dan menentukan sanksi bagi seseorang yang menganut ateisme. Akan tetapi, dengan seseorang menganut ateisme, akan memberikan dampak pada hak-hak orang tersebut di mata hukum.
Misalnya, kesulitan dalam pengurusan dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk ataupun Kartu Keluarga yang mengharuskan adanya pencantuman agama (lihat Pasal 61 dan 64 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan). Meskipun ada juga seorang ateis yang kemudian tetap mencantumkan agama tertentu dalam dokumen kependudukannya, hanya untuk memenuhi persyaratan administratif.
Juga ketika seseorang hendak melangsungkan perkimpoian, perkimpoian hanya sah bila dilakukan menurut hukum dari masing-masing agama yang dianutnya (lihat Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian dan penjelasannya). Lebih jauh simak artikel Bagaimana Menikah Jika Calon Suami Tak Punya Agama?
Jadi, secara hukum, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang seseorang menganut paham ateisme. Di sisi lain, konsekuensi hukum dari paham ateisme yang dianutnya, orang yang bersangkutan boleh jadi tidak dapat menikmati hak-hak yang pada umumnya bisa dinikmati mereka yang menganut agama tertentu di Indonesia.

2. Seorang ateis dilarang menyebarkan ateisme di Indonesia. Penyebar ajaran ateisme dapat dikenai sanksi pidana Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menyebutkan:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
 
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Salah satu kasus dugaan penyebaran paham ateisme yang tercatat adalah seperti yang dilakukan seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Dharmasraya, Alexander Aan (30). sebagaimana kami kutip dari laman resmi Komnas HAM, Alexander ditahan atas tuduhan penistaan agama (Pasal 156 KUHP). Sebelumnya, Alexander mengaku sebagai ateis dalam sebuah akun Facebook yang diberi nama “Atheis Minang”, dan akun tersebut ternyata meresahkan masyarakat. Kapolres Dharmasraya, Komisaris Besar Polisi Chairul Aziz mengatakan bahwa setelah menginterogasi Alexander, dia tidak melakukan pelanggaran apapun dengan Alexander menjadi ateis.

3. Menurut Ensiklopedi Umum (hlm. 22), “agnostisisme merupakan bentuk skeptisisme yang berpendapat bahwa akal budi tidak dapat melebihi pengalaman dan bahwa karena itu ilmu metafisika tidak mempunyai bukti yang nyata. Kant, seorang agnostisisme berpendapat, bahwa kepercayaan akan ke-Tuhanan hanya berdasarkan kepercayaan. Istilah itu kerap kali dipakai berkenaan dengan keragu-raguan tentang adanya Tuhan dan adanya kemungkinan hal yang kekal. Sikap aliran agnostisisme menentang definisi yang mewujudkan pengetahuan tanpa bukti.”[/soiler]

Q: Kalau ragu akan percaya dengan "Tuhan" itu juga "Atheis" ya ?
A: Bukann , coba check ini

Jadi, penganut agnostisisme pada dasarnya meragukan adanya Tuhan. Berbeda halnya dengan ateis yang benar-benar tidak mempercayai keberadaan Tuhan.

Namun terhadap keduanya, baik penganut ateisme maupun penganut agnostisisme, pada akhirnya untuk dapat menikmati semua haknya sebagai warga negara harus menundukkan diri pada suatu agama atau kepercayaan yang diakui di Indonesia. Meskipun, pada praktiknya penundukkan diri tersebut hanyalah sebagai penyelundupan hukum yaitu para penganut ateisme atau agnostisisme tidak benar-benar menganut agama atau kepercayaan yang dicantumkan dalam identitas kewarganegaraannya (Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, dll.).

Salah satu kasus heboh tentang Atheis :

"PNS Dipenjara 2,5 Tahun Karena Sebarkan Paham Atheis di Facebook"

Bermain main dengan Facebook ternyata bisa menjerat seseorang ke dalam penjara, Alexander Aan, lelaki 30 tahun yang merupakan salah seorang calon pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintahan Daerah Kabupaten Dharmasraya Sumatra Barat, Kamis (14/6/2012) divonis penjara 2,5 tahun kurungan oleh hakim dan denda Rp100 juta rupiah. Dia dinyatakan bersalah karena telah menyebarkan faham atheis (anti Tuhan) serta menodai agama Islam melalui konten akun facebooknya kepada publik di internet.

Sumber Berita
Saking Hebohnya, sampai masuk Wikipedia loh ..

Klik Disini Untuk Buka Wikipedia tentang Kasus "Alexander Aan"
 Allah berfirman:

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” [QS al-Furqaan 25:43-44]

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” [QS al-A’raaf 7:179]


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata banyak dalil menunjukkan bahwa kelompok ateis yang menyangkal dan menolak keberadaan Tuhan dalam keadaan yang kekufuran yang lebih buruk daripada musyrikin yang menyekutukan Allah. Kami kutip sebagian dari apa yang kita temui,

Beliau (Ibnu Taimiyah, -pent) berkata :

Kekufuran (kekafiran) berarti tidak percaya kepada Allah dan Rasul Nya, apakah itu menolak atau ragu dan tidak yakin tentang salah satu masalah (akidah, -pent) atau mengabaikan seluruh masalah (akidah, -pent) sama sekali, karena iri hati atau kesombongan atau mengikuti hawa nafsu dan syahwat mengalihkan orang dari mengikuti pesan (akidah yang benar, -pent). Namun, kafir yang menolak karena tidak percaya adalah dalam keadaan kekufuran yang lebih besar, meskipun orang yang menolak dan menyangkal karena iri hati, meskipun ia percaya bahwa para rasul membawa pesan kebenaran, juga dalam keadaan kekufuran.
Majmu’ al-Fataawa, 17/291

Beliau (Ibnu Taimiyah, -pent) juga berkata :

Seseorang yang menyangkal akhirat tetapi percaya bahwa alam semesta ini diciptakan, dijelaskan oleh Allah sebagai orang kafir. Seseorang yang menyangkal penciptaan itu, dan mengatakan bahwa alam semesta ini ada dari kekekalan adalah kafir yang lebih buruk di mata Allah Ta’ala.
Majmu’ al-Fataawa, 17/291

Beliau(Ibnu Taimiyah) membantah orang yang menolak tentang ketuhanan:

(Menyangkal ketuhanan) menyiratkan penyangkalan lengkap yang mencapai titik yang mengatakan: tidak ada yang harus ada dan tidak bisa tidak ada. Jika dia percaya hal tersebut dan berkata: Aku tidak menegaskan keberadaan atau ketidakberadaan, maka jawabannya adalah: Misalkan Anda menyatakan hal tersebut secara lisan dan di dalam hatimu bahwa Anda tidak percaya salah satu dari dua hal tersebut (bahwa Allah ada atau tidak ada), bahkan Anda berpaling dari mengenal Allah dan menyembah dan mengingat Dia, sehingga Anda tidak pernah ingat Dia, menyembah Dia, berdo’a kepadanya, meletakkan harapan Anda kepada-Nya, atau takut kepada-Nya, maka dalam kasus) ini penyangkalan Anda kepada (keberadaan) Dia lebih buruk daripada Iblis yang (setidaknya) mengakuin-Nya..
Majmu’ al-Fataawa, 5/356.

Dan beliau (Ibnu Taimiyah) berkata :

Yang sombong adalah orang yang tidak mengakui Allah secara lahiriah, seperti Firaun. Dia adalah dalam keadaan yang lebih buruk dari kekufuran mereka (musyrikin Arab). Iblis, yang bekerjasama dalam semua itu dan menyukainya (kekufuran tersebut, -pent) dan terlalu sombong untuk menyembah Allah dan mentaatinya, adalah dalam keadaan yang lebih buruk dari kekufuran mereka (musyrikin), meskipun ia menyadari keberadaan dan kekuasaan Allah, sama seperti Firaun juga menyadari keberadaan Allah.
Majmu’ al-Fataawa, 7/633

Beliau (Ibnu Taimiyah) juga berkata:

Pandangan para filsuf –mereka yang mengatakan bahwa alam semesta kekal dan bergantung pada yang yang pasti harus ada– berasal dari pikiran dan hati orang-orang yang menyembah benda-benda dan membuat gambar mereka di bumi, seperti Aristoteles dan para pengikutnya.

Pandangan ini adalah kekufuran yang lebih buruk dan lebih sesat daripada musyrikin Arab yang percaya bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu keduanya dalam enam hari oleh dengan keinginan dan kekuasaan, akan tetapi mereka (musyrikin arab) memperanakkan anak laki-laki dan anak perempuan kepada-Nya (rujuk Surah al-An’am 6:100) dan menyekutukan sesuatu dalam ibadah kepada Allah, yang tidak Dia berikan izin sedikit pun tentangnya (rujuk QS Ali Imran 3:151).

Demikian pula, orang-orang permisif, yang tidak percaya pada perintah atau larangan Allah sama sekali dan merujuk kepada “Kehendak Tuhan” dan keputusan sebagai alasan untuk perbuatan mereka yang jahat, lebih buruk daripada orang-orang Yahudi, Kristen dan Arab musyrikin, karena meskipun yang terakhir kafir, mereka masih percaya pada perintah dan larangan, dan janji dan peringatan (yaitu Akhirat), tetapi mereka menyekutukan Allah (dengan Tuhan-Tuhan palsu) yang dijadikan agama yang tidak Allah turunkan (rujuk QS Syuraa 42:21), tidak seperti orang-orang permisif yang mengabaikan semua aturan (Allah) sama sekali.

Mereka hanya senang dengan apa pun sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka, dan mereka marah karena keinginan dan hawa nafsu; mereka tidak ridho karena Allah, atau marah karensa Allah atau karena Allah, atau benci karena Allah; mereka menyuruh apa yang Allah telah perintahkan dan mereka tidak melarang apa yang Allah telah larang, kecuali yang sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka, di mana mereka melakukannya untuk tujuan itu (memenuhi hawa nafsu, -pent) dan bukan dalam ketaatan kepada Tuhan mereka.

Oleh karena itu mereka tidak menentang kekufuran, perbuatan jahat dan dosa kecuali jika hal itu bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsu mereka, yang didorong oleh sifat mereka yang jahat dan bukan didorong oleh aturan dari Allah dan kecintaan kepada Allah. Maka setan menjerumuskan mereka lebih dalam ke dalam kesalahan, dan mereka tidak segera berhenti (rujuk QS al-A’raaf: 7:202), dan setan akan menunjukkan diri kepada mereka dan memenuhi keinginan dan hawa nafsu mereka, sebagai setan-setan pun membantu orang-orang yang musyrik dan menyembah berhala.
Majmu’ al-Fataawa, 8/457-458.

Syaikh Ibnu Baaz (rahimahullah) berkata:

Adalah syirik menyembah sesuatu selain Allah, apa pun itu, hal itu dapat disebut syirik atau kekufuran. Siapa pun yang berpaling dari Allah sama sekali dan mengarahkan ibadahnya kepada sesuatu selain Allah, seperti pohon, batu, berhala, jin, atau orang mati (yang dianggap shalih, – pent), orang-orang yang mereka sebut sebagai para wali, menyembah mereka atau berdoa kepada mereka atau puasa untuk mereka, dan melupakan Allah sama sekali – dan ini adalah jenis terburuk dari kekufuran dan syirik. Kita memohon keselamatan dan ampunan kepada Allah.
Hal yang sama berlaku untuk menyangkal keberadaan Allah dan mengatakan bahwa tak ada Allah dan hidup adalah materi, seperti komunis dan ateis yang menyangkal keberadaan Allah. Mereka adalah orang-orang kafir terburuk di antara manusia, paling hancur, yang paling paling terlibat dalam syirik dan paling sesat. Kami meminta kepada Allah keselamatan dan ampunan.
Majmu’ Fataawa Ibn Baaz, 4/32-33

Beliau (Syaikh bin Baaz rahimahullah) juga berkata :

Daging yang disembelih oleh komunis (baca: atheis, – red) adalah haram dan seperti daging dari Majusi dan penyembah berhala, bahkan daging mereka bahkan lebih haram, karena derajat kekufuran mereka lebih besar karena ateisme mereka dan penolakan mereka terhadap Sang Pencipta (Subhanahu wa Ta’ala) dan Rasul-Nya, dan berbagai jenis lainnya dari kekufuran mereka.
Majmu’ Fataawa Ibn Baaz, 23/30

G+

0 komentar:

Post a Comment